Tuesday, August 15, 2017

Makna Tauhid






K
ajian berikut ini, meskipun kami sajikan secara singkat dan sederhana, namun jika Anda memahaminya dengan baik dan benar, akan memperkokoh keimanan Anda kepada Tuhan Pencipta Yang Mahaesa. Yaitu mengantarkan dan menjadikan Anda sebagai muslim yang muwahhid (Mengesakan Tuhan Pencipta). Dan paling tidak, Anda akan dapat melihat dan menilai akidah dan keyakinan Anda yang tahu selama ini. Apakah selama ini Anda sebagai muslim muwahhid ataukah sebagai muslim yang musyrik, ataukah sebagai muslim yang jahil yang tidak mengenal Tuhan pencipta sama sekali. Artinya, selama ini Anda berakidah dan berkeyakinan terhadap wujud Tuhan Pencipta (baca: Allāhsubhāna wa ta’ālā) hanya berdasarkan taklid buta, atau tidak mempunyai dasar (dalil) sama sekali - karena tidak mempelajarinya.

   Tauhid (‘Arab:
توحيد) secara bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya.” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

   Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain seperti uang (emas dan perak serta aset-aset yang lain), kekuasaan, dst. Namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja, tidak yang lain.


PEMBAGIAN TAUHID

D
ari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga, yaitu: ● Tauhid Rububiyah, ● Tauhid Uluhiyah dan ● Tauhid Al Asma Was Shifat.


● Tauhid Rububiyyah

Y
ang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyahadalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyahyaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta. Yaitu meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah Ta’ala, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakkan bintang-bintang, dst. Dinyatakan dalam Firman Allah dalam Kitab Suci Al-Qur’an yang artinya:

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan gelap dan terang.” [QS Al An’ām 6:1]

Dengan itu:

Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan hanya kepada Allah-lah kembali (seluruh makhluk yang Dia ciptakan). [QS An-Nūr 24:42]

Bukti kekuasaan-Nya:

Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran di musim salju) es dari langit, yaitu dari gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakannya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang Dia kehendaki (biasanya negeri-negeri paling utara – 23,5 derajat lintang utara) dan paling selatan -23,5 derajat lintang selatan), dan dihindari-Nya dari siapa yang dia kehendaki (biasanya negeri-negeri yang berada di daerah tropis – didaerah katulistiwa). [QS An-Nūr 24:43]

Selanjutnya ikuti pula uraiannya pada surat An-Nūr pada ayat-ayat 44 dan 45

   Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Firman Allah dalam Kitab Suci Al Qur’an yang artinya:

Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “Siapa yang menciptakan mereka? Niscaya mereka menjawab, Allah”. [QS Az-Zukhruf 43:87]

Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Pasti mereka akan menjawab, “Allah”. [QS Al ‘Ankabūt 29:61]

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.

   Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin Makkah? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.


● Tauhid Uluhiyyah

Y
ang dimaksudkan dengan Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya: “Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.” [QS Al-Fatihah 1:5]

   Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershadaqah, menyembelih qurban. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain.

Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang didakwahi (diajak) oleh Rasulullah saw, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “‘Sembahlah Allah, dan jauhilah thāgūt.” (QS An-Nahl 16:36)

Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selain-Nya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

   Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir yang memerangi umat Islam, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah ini. Mereka memerangi orang kafir yang memerangi iman tauhid, atau mendakwahi (mengajak) karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah.


Tauhid Al Asma’ was Sifat

S
edangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diri-Nya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diri-Nya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul).

Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

Dan Allah memiliki Asmā’ul Husnā (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmā’ul Husnā (nama-nama yang terbaik milik-Nya). [QS Al-A’rāf 7:180]

   Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang bathil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.

   Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.

   Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah, bentuk wajah Allah, dan lain-lain.

   Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.

   Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah). Dan Dia (Allah) Yang Maha Mendengar (lagi) Maha Melihat” [QS Asy-Syūra’ 42:11]

   Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifat-Nya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifat-Nya dalam Al-Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.


PENTINGNYA MEMPELAJARI TAUHID

B
anyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari.

Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).


Catatan: Tauhid Mulkiyah dan Tauhid Hakimiyyah

   Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata, sebagaimana Firman-Nya yang artinya: Apa yang kamu sembah selain Dia (Allah), hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanya milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia (amara allā ta’budū illā iyyāhu). Itulah agama yang lurus, tetapi banyak manusia yang tidak mengetahui. [QS Yusuf 12:40]


Kedudukan tauhid dalam Islam

   Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw, sebagaimana Firman-Nya menyebutkan yang artinya:

Katakanlah, “Taatilah Allah dan Rasul (Muhammad). Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. [QS Āli ‘Imrān 3:32]

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat. [QS Āli ‘Imrān 3:132]


   Demikianlah uraian singkat mengenai “tauhid” yang wajib diketahui seorang muslim. Ilmu tauhid ini merupakan ilmu fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib diketahui setiap individu (seorang) muslim. Semoga bermanfaat adanya. Billahi Taufiq wal-Hidyah. □ AFM


Sumber Penulisan:

https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html https://id.wikipedia.org/wiki/Tauhid
dan sumber-sumber lainnya □□□

Share: