Namun sayangnya, diakui pelaku industri dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), sejauh kesusahahan untuk bisa menyerap surat utang pemerintah itu. Pasalnya, pihak pemerintah sendiri ketika lelang banyak memprioritaskan investor asing.
“Selama ini, kita susah untuk bisa menyerap obligasi pemerintah yang untuk infrastruktur di SBN. Yag kita bisa hanya di pasar sekunder. Kalau di pasar primer susah,” keluh Ketua Umum AAJI, Hendrisman Rahim di Jakarta, Rabu (14/6).
Padahal jika hanya menyerap di pasar sekunder, kata dia, maka harganya pun jauh lebih mahal dan yield-nya (imbal hasil) pun lebih kecil.
“Sementara kita diwajibkan untuk porsi investasi kita di tahun ini sampai 30 persen di SBN. Tapi bagi pihak asuransi itu susah masuk, paling banyak itu dikasih ke investor asing. Padahal, kita juga sangat eager (mengharapkan) sekali,” tegas dia.
Sejauh ini hingga kuartal I-2017 ini, portofolio investasi AAJI sendiri masih tertinggi di reksadana sebanyak 32,9 persen atau meningkat 26,3 persen dibanding kuartal I-2016 (year on year/yoy). Kemudian 29,1 persen di isntrumen saham juga meningkat 34 persen secara yoy.
Sebanyak 14,6 persen di SBN, juga meningkat 25 persen secara yoy. Sisanya sebanyak 12 persen di deposito dan 2,4 persen di properti. “Masing-masing mengalami penurunan -7,9 persen (yoy) dan meningkat 1,2 persen (yoy),” ujar dia.
Secara akumulasi, kata dia, total investasi di kuartal I-2017 mengalami peningkatan 21,3 persen atau sebanyak Rp420,82 trliun.
Hingga akhir tahu, pihaknya tetap menargetkan bisa menyerap SBN sebanyak 30 persen sesuai aturan di POJK.
“Kami tetap berharap, bisa dapat imbal hasil dari obligasi tahun ini cukup tinggi. Makanya, hingga akhir tahun tetap optimis mencapai 30 persen dana kelolaan kita disimpan di SBN,” pungkas dia. [Sujanews.com]
Sumber: aktual