Tuesday, December 22, 2015

Ibu, Aku Bersyukur Kau Meninggal - Renungkan

Info Mekkah News - Dia berlangsung kearah kerumunan tempat prosesi ibunya dikuburkan dengan langkah tegap penuh kepercayaan diri tanpa sedikitpun bekas air mata di pipinya.

Orang-orang menontonnya, menyalaminya, serta mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya wanita tercinta yang sudah membesarkannya. Hampir tidak ada sedikitpun rasa kesedihan di wajahnya.

Dan senyumnya yang ramah itu memunculkan tanda tanya di benak para pelayat, tergolong saudari satu-satunya.

Sumber : kabarummat.com

Dia berdiri di tepi kuburan menatap liang lahat seakan-akan ingin mengukur luasnya. Lalu masuk kedalam, menolong pemakaman ibunya walau tanah basah mengotori jas yang dikenakannya.

Sesekali dirinya tersenyum menatap wajah ibunya yang kaku serta tidak dapat lagi membuka matanya. Serta sekali lagi, tidak adanya kesedihan diwajahnya memunculkan pertanyaan,
‘Ada apa antara dirinya serta ibunya?’

Orang-orang sudah berangkat meninggalkannya yang tetap berdiri di tepi kuburan sang ibu. Saudarinya pun sudah dimintanya untuk berangkat duluan mengurus suami serta anak-anaknya.
Sementara dirinya tetap berdiri disana, sendirian, tetapi sekali lagi, tanpa sedikitpun kesedihan. Sesekali dirinya tersenyum seakan bunda menontonnya dari dalam.

“Boleh saya bertanya, nak?” Sapaan pak ustadz dari belakang mengagetkannya.

Dia menoleh kebelakang serta mengangguk kecil sambil tersenyum.
Pak ustadz lalu berdiri disebelah kanannya,

“Saya hanya ingin meluruskan rasa penasaran warga padamu, ada apa antara kalian serta ibumu?”

“Maksudnya pak?”

“Yaaah, kita tidak menonton sedikitpun rasa sedih di wajahmu.”

Sekali lagi dirinya tersenyum serta menatap pusara sang ibu,

“Ayahku meninggal saat aku tetap remaja, dirinya ayah yang sangat baik walau bekerja pas-pasan. Dirinya melindungi kita dari apapun yang merusak lahir serta batin kami.

Tapi aku merupakan anak pembangkang.”

“Di hari terbaru ayahku, aku bertengkar luar biasa dengannya serta bahkan meyumpahinya hanya sebab dirinya tidak membelikan aku ponsel yang kuinginkan.

Aku takkan lupa saat ayahku berakhir dikuburkan, pak ustadz.

Ibuku menangis setiap harinya, tubuhnya melemah serta mengurus. Tetapi dirinya tidak berhenti berkeliling menjajakan bakwan keseluruh kampung walau berbagai bakwan yang terjual itu terasa payau bercampur dengan air matanya.”

“Aku menontonnya setiap saat pak, serta aku tidak dapat berhenti menyalahkan diriku yang sudah mengangkat kesedihan di wajah ayahku saat dirinya meninggal. Sejak itu, aku meyakinkan diriku bahwa suatu hari kelak ibuku bakal mengalami faktor yang sama. Dirinya bakal meninggal, dirinya bakal meninggal, serta dirinya bakal meninggal. Serta itu hanya persoalan waktu.”

“Pikiran itu semakin menghantuiku serta memaksaku wajib meperbuat sesuatu.
Aku tidak dapat lagi meperbuat kesalahan yang sama semacam pada ayahku.
Aku merubah semua mengenai nasibku, baik duniaku maupun agamaku, sebab setiap harinya aku berpikir mungkin besok merupakan hari terbaru ibuku. Sampai aku berada di posisi semacam ini, pak ustadz.”


Aku bersyukur, ibuku meninggal ketika aku tidak lagi memberatkan nasibnya.
Aku bersyukur, ibuku meninggal seusai aku memberinya cucu yang sehat serta berbakti.
Aku bersyukur, ibuku meninggal saat masa tuanya hanya tinggal memikirkan ibadah.
Aku bersyukur, ibuku meninggal dengan menepuk dada setiap kali dirinya bercerita mengenaiku serta saudariku.
Aku bersyukur, ibuku meninggal di rumahnya serta bukan di kontrakannya.
Aku bersyukur, ibuku meninggal kini ini, pk ustadz.
Aku bersyukur, ibuku meninggal penuh ketersanjungan sebab aku serta saudariku rutin menghubunginya setiap hari menanyakan beritanya serta menceritakan berita kami.”


Dia mulai meneteskan air mata, serta mulai mengalir deras, walau bibirnya semakin menerus mengukirkan senyum yang menyejukkan.

“Dan aku bersyukur, pak ustadz. Aku bersyukur, ibuku meninggal tanpa mengangkat kesedihan kealam sana serta yakin bahwa aku serta saudariku bakal semakin memberinya kebanggaan yang bakal dikatakannya pada Tuhan serta pada ayahku.

Penyesalanku sekarang, aku wajib bersabar untuk menonton senyumnya serta mendengar tawanya lagi.”



Sumber : kabarummat.com
Share: