Wednesday, July 27, 2011

MAKAN UANG RIBA

Dalam kitab suci Al Qur’an, Allah Subhanahu wata'ala tidak pernah memaklumkan perang kepada seseorang kecuali kepada pemakan riba, Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu” (Al Baqarah: 278-279).

Cukuplah ayat diatas sebagai petunjuk betapa keji dosa riba di sisi Allah Subhanahu wata'ala. Orang yang mememperhatikan pengaruh riba dalam kehidupan individu hingga tingkat negara, niscaya akan mendapatkan kesimpulan, malakukan kegiatan riba akan mengakibatkan kerugian, kebangkrutan, kelesuan, kemandegan, dan kelemahan. Baik karena lilitan utang yang tak terbayar atau berupa kepincangan ekonomi, tingginya angka pengangguran, ambruknya perseroan dan usaha bisnis. Di samping itu kegiatan riba menjadikan hasil keringat dan jerih payah kerja tiap hari hanya dikonsentrasikan untuk membayar bunga riba yang tak pernah ada akhirnya. Ini berarti menciptakan kesenjangan sosial, membangun gunung rupiah untuk satu kelompok masyarakat yang jumlahnya minoritas di satu sisi dan di sisi lain menciptakan kemiskinan di tengah masyarakat yang jumlahnya mayoritas yang sudah merana dan papa. Barang kali inilah salah satu potret kalazhiman dari kegiatan riba, sehingga Allah Tabaroka wata’ala memaklumkan perang atasnya.

Semua pihak yang berperan dalam kegiatan riba, perantara, atau pembantu kelancaran kegitan riba adalah orang-orang yang dilaknat melalui lisan Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam :

Dari Jabir Radhiallahu'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis, dan kedua orang yang menjadi saksi atasnya. ia berkata : “mereka itu sama (saja)” (HR Muslim : 3/219).
         
Berdasarkan hadits di atas, maka setiap umat Islam tidak diperkenankan bekerja sebagai sekretaris, petugas pembukuan, penerima uang nasabah, nasabah, pengantar uang nasabah, satpam dan pekerjaan lainnya yang mendukung kegiatan riba.

Sungguh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah menerangkan betapa buruk kegiatan riba tersebut.

Abdullah Bin Mas’ud Radhiallahu’anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Riba itu (memiliki) tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan dari padanya adalah seperti (dosa) seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri). Dan sejahat-jahat riba adalah kehormatan seorang muslim” (HR Al Hakim dalam Al Mustadrak, 2/27; shahihul jam’ :2533).

Juga dalam sabda beliau Shallallahu'alaihi wasallam :

“Sedirham (uang) riba yang dimakan oleh seorang laki-laki sedang dia mengetahui (uang itu hasil riba) lebih keras (siksaanya) daripada tiga puluh enam kali berzina” (HR Imam Ahmad: 5/225, lihat shahihul jami’ : 3375).

Pengharaman riba berlaku umum, tidak dikhususkan sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang, hanya antara si kaya dengan si miskin. Pengharaman itu berlaku untuk semua orang dan dalam semua keadaan.

Betapa banyak kita saksikan bangkrutnya pedagang-pedagang besar dan orang-orang kaya karena melibatkan diri dalam kegiatan ribawi. Atau paling tidak, berkah uang riba tersebut meski jumlahnya banyak dihilangkan oleh Allah Tabaroka wata’ala.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“(Uang) riba itu meski (pada awalnya) banyak, tetapi pada akhirnya ia akan (menjadi) sedikit: (HR Al Hakim, 2/37, shahihul jami’ : 3542).

Riba juga tidak dikhususkan pada jumlah peredaran uang, sehingga dikatakan kalau dalam jumlah banyak, riba itu haram dan kalau sedikit tidak. Sedikit atau banyak riba hukumnya haram. Orang yang memakan atau mengambil uang riba, kelak dia akan dibangkitkan dari dalam kuburnya pada hari kiamat seperti bangkitnya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila.

Meskipun riba adalah suatu dosa yang sangat keji, tetapi Allah tetap menerima taubat orang yang hendak meninggalkan perbuatan tersebut. Langkah yang harus ditempuh oleh orang yang benar-benar taubat dari kegiatan riba adalah sebagaimana dituturkan firman Allah Subhanahu wata'ala :

“Dan jika kamu bertaubat (dari kegiatan dan pemanfaatan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (Al Baqarah : 279). 
Dengan mengambil langkah tersebut, maka keadilan benar-benar terwujud. Setiap pribadi muslim harus menjauhkan diri dari dosa besar ini, memandangnya sebagai sesuatu yang buruk dan keji. Bahkan orang-orang yang meletakkan uangnya di bank-bank konvensional (ribawi) karena terpaksa disebabkan takut hilang atau dicuri, hendaknya ia benar-benar merasakannya sebagai sesuatu yang sangat terpaksa. Yakni keterpaksaan itu sebanding dengan keterpaksaan orang yang makan bangkai atau lebih dari itu, dengan tetap memohon ampun kepada Allah dan berusaha untuk mencari gantinya, bila memungkinkan. Orang-orang itu tidak boleh meminta bunga deposito dari bank-bank tersebut. Jika bunga itu di masukkan dalam rekeningnya, maka ia harus menggunakan uang tersebut untuk sesuatu yang dibolehkan (seperti untuk membangun WC umum atau yang semisalnya), sebagai bentuk penghindaran dari uang tersebut, tidak sebagai sedekah. Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Baik tidak mnerima sesuatu kecuali yang baik. Ia tidak boleh mamanfaatkan uang riba tersebut dalam bentuk apapun. Tidak untuk makan, minum, pakaian, kendaraan, atau tempat tinggal. Juga tidak boleh untuk diberikan sebagai nafkah kepada istri, anak, bapak, atau ibu. Juga tidak boleh untuk mengeluarkan zakat, membayar pajak, atau menjadikannya sarana untuk menolak kezaliman yang menimpanya. Tetapi hendaknya ia membebaskan diri daripadanya karena takut kepada siksaan Allah Subhanahu wata'ala.
Share:

Monday, July 25, 2011

Hukum Mendahului Imam dalam Shalat


Di antara tabiat manusia adalah tergesa-gesa dalam tindakannya, Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (Al Isra’ : 11)
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
Pelan-pelan adalah dari Allah, dan tergesa-gesa adalah dari syaitan” [Hadits riwayat Baihaqi dalam As Sunanul kubra : 10/ 104; dalam As Silsilah As Shahihah  hadits no : 1795]
Dalam shalat jamaah, sering orang menyaksikan di kanan kirinya banyak orang yang mendahului imam dalam ruku’ dan sujud takbir perpindahan bahkan hingga mendahului salam imam. Mungkin dengan tak disadari, hal itu juga tarjadi pada dirinya sendiri.           
Perbuatan yang barangkali dianggap persoalan remeh oleh sebagian besar umat Islam itu oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam diperingatkan dan diancam secara keras, dalam sabdanya :
“Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kapala keledai” (HR Muslim : 1/320-321)
Jika saja orang yang hendak melakukan shalat dituntut untuk mendatanginya dengan tenang, apalagi dengan shalat itu sendiri.
Tetapi terkadang orang memahami larangan mendahului imam itu dengan harus terlambat dari gerakan imam. Hendaknya dipahami, para fuqaha telah menyebutkan kaidah yang baik dalam masalah ini, yaitu hendaknya makmum segera bergerak ketika imam telah selesai mengucapkan takbir. Ketika imam selesai melafadzkan huruf ( ra’)dari kalimat Allahu Akbar, saat itulah makmum harus segera mengikuti gerak imam, tidak mendahului dari batasan tersebut atau mengakhirkannya. Jika demikian maka batasan itu menjadi jelas.
Dahulu para sahabat Nabi Radhiallahu Anhum sangat berhati–hati sekali untuk tidak mendahului Nabi Shallallahu’alaihi wasallam. Salah seorang sahabat bernama Al Barra’ Bin Azib Radhiallahu’anhu berkata :
“Sungguh mereka (para shahabat) shalat di belakang Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Maka, jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, saya tak melihat seorangpun yang membungkukkan punggungnya sehingga Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam meletakkan keningnya di atas bumi, lalu orang yang ada di belakangnya bersimpuh sujud (bersamanya)” (HR Muslim, hadits No : 474)
Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mulai udzur, dan geraknya tampak pelan, beliau mengingatkan orang-orang yang shalat di belakangnya:
Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah gemuk [lanjut usia], maka janganlah kalian mendahuluiku dalam ruku’ dan sujud … (HR Baihaqi 2/93 dan hadits tresebut dihasankan di Irwa’ul ghalil : 2/290)
Dalam shalatnya, Imam hendaknya melakukan  sunahnya takbir. Yakni sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu :
“Bila Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berdiri untuk shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku’ kemudian bertakbir ketika turun (hendak sujud) kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian bertakbir ketika sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, demikian beliau lakukan dalam semua shalatnya sampai selesai dan bertakbir ketika bangkit dari dua (rakaat) setelah duduk (tasyahhud pertama)”     
Jika imam menjadikan takbirnya bersamaan dan beriringan dengan gerakannya, sedang makmum memperhatikan ketentuan dan cara mengikuti imam sebagaimana disebutkan di muka maka jamaah shalat tersebut menjadi sempurna.
Share:

HukumThuma'ninah dalam Shalat


Di antara kejahatan pencurian terbesar adalah pencurian dalam shalat. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :.
“Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya, mereka bertanya : “ bagaimana ia mencuri dalam shalatnya? Beliau menjawab : (Ia) tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya [Hadits riwayat Imam Ahmad, 5 / 310 dan dalam Shahihul jami’ hadits no : 997]
Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya anggota-anggota badan. Para Ulama memberi batasan minimal dengan lama waktu yang diperlukan ketika membaca tasbih. Lihat fiqhus sunnah, sayyid sabiq : 1/ 124 (pent)
Meninggalkan  Thuma’ninah, tidak meluruskan dan mendiamkan punggung sesaat ketika ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari ruku’ serta ketika duduk antara dua sujud, semuanya merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin. Bahkan hampir bisa dikatakan, tak ada satu masjid pun kecuali di dalamnya terdapat orang-orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya.
Thuma’ninah adalah rukun shalat, tanpa melakukannya shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat serius. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud “ (HR. Abu Dawud : 1/ 533, dalam shahih jami’ hadits No :7224)
Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran, pelakunya harus dicegah dan diperingatkan akan ancamannya.
Abu Abdillah Al Asy’ari berkata : “ (suatu ketika) Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam shalat bersama shahabatnya kemudian Beliau duduk bersama sekelompok dari mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk dan berdiri menunaikan shalat. Orang itu ruku’ lalu sujud dengan cara mematuk, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam barsabda :
“Apakah kalian menyaksikan orang ini ? barang siapa meninggal dalam keadaan seperti ini (shalatnya) maka dia meninggal dalam keadaan di luar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya sebagaiman burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa cukup (kenyang) dengannya. [Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya : 1/ 332, lihat pula shifatus shalatin Nabi, Oleh Al Albani hal : 131]
Sujud dengan cara mematuk maksudnya : sujud dengan cara tidak menempelkan hidung dengan lantai, dengan kata lain, sujud itu tidak sempurna, sujud yang sempurna adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas bahwasanya ia mendengar Nabi Shallallahu’alaihi wasallam besabda : “jika seseorang hamba sujud maka ia sujud denga tujuh anggota badan (nya), wajah, dua telapak tangan, dua lutut dan dua telapak kakinya”. [HR Jamaah, kecuali Bukhari, lihat fiqhus sunnah, sayyid sabiq : 1/ 124]
Zaid bin wahb berkata : Hudzaifah pernah melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, ia lalu berkata : kamu belum shalat, seandainya engkau mati (dengan membawa shalat seperti ini) niscaya engkau mati di luar fitrah (Islam )yang sesuai dengan fitrah diciptakannya Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.
Orang yang tidak thuma’ninah dalam shalat, sedang ia mengetahui hukumnya, maka wajib baginya mengulangi shalatnya seketika dan bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thuma’ninah pada masa-masa lalu. Ia tidak wajib mengulangi shalat-shalatnya di masa lalu, berdasarkan hadits :
“Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat.
Share:

Wednesday, July 6, 2011

Menyambut Bulan Rmadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang selalu dinanti-nantikan oleh orang-orang yang beriman.

Alhamdulillah, segala puji dan sanjungan hanya milik Allah semata. Saat ini umat Islam tengah beroleh nikmat yang agung dari-Nya, yaitu bersua kembali dengan bulan Ramadhan yang telah meninggalkannya setahun yang lewat. Alhamdulillah, tak henti-henti bibir ini memuji-Nya, memohon bimbingan dan petunjuk-Nya hingga diri ini tegak, sabar, dan berhasil memetik maghfirah, barakah, dan seluruh nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya.
Umat Islam terbagi menjadi dua golongan dalam menyambut kedatangan Ramadhan :

1. Mereka yang menyambut dengan suka cita

Tak lain mereka adalah hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang faham dengan pemahaman yang bersih tentang syariat Allah, sehingga tatkala Ramadhan menjelang tibalah saat baginya untuk menaburkan benih amalan sebanyak-banyaknya dengan harapan kelak di akhirat ia akan menuai hasil yang berlipat. Hanya orang Mukmin saja yang mampu bersikap demikian. Mereka yakin apa yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an dan apa yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam hadits-haditsnya tentang keutamaan bulan Ramadhan. Keyakinan yang kokoh inilah yang memacu semangat mereka berlomba dengan saudaranya untuk mempersembahkan amal shalih sebanyak-banyaknya kepada Rabb-nya. Kaum Mukminin juga paham bahwa kelezatan dunia bersifat sementara, sehingga tatkala mereka harus berpisah dengannya, tidak menjadi murung dan bersedih serta malas-malasan dan putus asa. Mereka tahu bahwa kelezatan di akhirat adalah abadi dan hakiki.

2. Mereka yang menyambut Ramadhan dengan berat hati

Mereka adalah hamba dunia dan budak hawa nafsu. Mereka adalah manusia yang ragu akan kabar gembira dan ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka terpedaya dengan bisikan syaithan dan rayuan syahwat. Naudzubillahi min dzalik. Keadaan tersebut akan menjadikannya malas dan loyo beribadah. Puasa hanya berarti tidak makan, minum, dan jima’ semata, tanpa memperhatikan aspek-aspek lainnya, berangkat shalat tarawih karena terpaksa dan malu kepada tetangga dan mereka melakukan perbuatan sia-sia lainnya.

Ingatlah wahai saudaraku!

Hidupmu di dunia hanya sementara, hidup yang abadi adalah di akhirat kelak. Jika engkau malas melakukan ketaatan, maka bekal apa yang engkau bawa menuju rumahmu yang abadi’ Jika engkau berat hati dan terpaksa melakukan kebajikan, maka amal apa yang mampu menyelamatkan kamu dari siksa neraka’ Pikirkanlah dengan hati lapang dan renungkan dengan hati yang jernih! Semoga Allah memberimu petunjuk. Wallahua’lam.

Disunting dari tulisan Abu Umar Ubadah pada; http://ghuroba.blogsome.com
Share:

Banyak Bergerak dalam Shalat


Sebagian umat Islam hampir tak terelakkan dari bencana ini, yakni melakukan gerakan yang tak ada gunanya dalam shalat. Padahal Allah dalam Alquran telah menjelaskan dengan firmanNya :
“Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ (Al baqarah : 238)
juga tidak memahami firman Allah :
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (Al Mu’minuun : 1-2)
Suatu saat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ditanya tentang hukum meratakan tanah ketika sujud. Beliau menjawab :
“Jangan engkau mengusap sedang engkau dalam keadaan shalat, jika (terpaksa) harus melakukannya maka (cukup) sekali meratakan kerikil [Hadits riwayat Abu Dawud 1/ 581; dalam shahihil jami’ hadist no : 7452 (Imam Muslim meriwayatkan hadits senada dari Muaiqib, ket : Syaikh Bin Baz)]
Para ulama menyebutkan, banyak gerakan secara berturut-turut tanpa dibutuhkan dapat membatalkan shalat. Apa lagi jika yang dilakukan tidak ada gunanya dalam shalat. Berdiri di hadapan Allah Subhanahu wata’ala sambil melihat jam tangan, membetulkan pakaian, memasukkan jari ke dalam hidung, melempar pandangan ke kiri, kanan, atau ke atas langit. Ia tidak takut kalau-kalau Allah mencabut penglihatannya, atau syaitan melalaikannya dari ibadah shalat. Wallahua’lam
Share:

Tuesday, July 5, 2011

Pandangan Islam tentang Sihir, Perdukunan dan Ramalan

Sebagian besar rakyat indonesia mungkin telah pernah mendengar kata-kata Sihir, Dukun, ataupun ramalan. Namun banyak diantara mereka tidak tahu dan tidak mau tahu mengenai bagaimana Islam memandang hal tersebut. Temasuk syirik yang banyak terjadi adalah sihir, perdukunan dan ramalan. Adapun sihir, ia termasuk perbuatan kufur dan di antara tujuh dosa besar yang menyebabkan kebinasaan. Sihir hanya mendatangkan bahaya dan sama sekali tidak bermanfaat bagi manusia. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi madharat kepadanya dan tidak memberi manfaat (Al Baqarah : 102).  
“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang” (Thaha : 69)
Orang yang mengajarkan sihir adalah kafir. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu kepada seseorangpun) sebelum mengatakan, “sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. (Al Baqarah : 102).
Hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh, pekerjaannya haram dan jahat. Orang-orang bodoh, sesat dan lemah iman pergi kepada para tukang sihir untuk berbuat jahat kepada orang lain atau untuk membalas dendam kepada mereka. Di antara manusia ada yang melakukan perbuatan haram, dengan mendatangi tukang sihir dan memohon pertolongan padanya agar terbebas dari pengaruh sihir yang menimpanya. Padahal seharusnya ia mengadu dan kembali kepada Allah, memohon kesembuhan dengan KalamNya, seperti dengan Mu’awwidzat (surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas) dan sebagainya.
Dukun dan tukang ramal itu memanfaatkan kelengahan orang-orang awam (yang minta pertolongan padanya) untuk mengeruk uang mereka sebanyak-banyaknya. Mereka menggunakan banyak sarana untuk perbuatannya tersebut. Di antaranya dengan membuat garis di pasir, memukul rumah siput, membaca (garis) telapak tangan,cangkir, bola kaca, cermin, dsb.
Jika sekali waktu mereka benar, maka sembilan puluh sembilan kalinya hanyalah dusta belaka. Tetapi tetap saja orang-orang dungu tidak mengingat, kecuali waktu yang sekali itu saja. Maka mereka pergi kepada para dukun dan tukang ramal untuk mengetahui nasib mereka di masa depan, apakah akan bahagia, atau sengsara, baik dalam soal pernikahan, perdagangan, mencari barang-barang yang hilang atau yang semisalnya.
Hukum orang yang mendatangi tukang ramal atau dukun, jika mempercayai terhadap apa yang dikatakannya adalah kafir, keluar dari agama Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa mendatangi dukun dan tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR Ahmad: 2/ 429, dalam shahih jami’ hadits, no : 5939)
Adapun jika orang yang datang tersebut tidak mempercayai bahwa mereka mengetahui hal-hal ghaib, tetapi misalnya pergi untuk sekedar ingin tahu, coba-coba  atau sejenisnya, maka ia tidak tergolong orang kafir, tetapi shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa mendatangi tukang ramal, lalu ia menanyakan padanya tentang sesuatu, maka tidak di terima shalatnya selama empat puluh malam” (Shahih Muslim : 4 / 1751).
Ini masih pula harus dibarengi dengan tetap mendirikan shalat (wajib) dan bertaubat atasnya.
Untuk itu marilah kita jauhi yang namanya praktek Sihir, Perdukunan dan Ramalan!
Share:

Monday, July 4, 2011

Sepatah Kata

Assalamualaikum, wr wb
Alhamdulillah, dengan rahmat dan izin Alloh SWT, penulis diberikan kesempatan untuk menyediakan tempat untuk berbagi bagi semua kalangan, berbagi mengenai apa saja terutama dalam hal keagamaan. Mudah-mudahan hal ini mempunyai manfaat bagi kita semua.
Shalawat dan salam tidak lupa penulis kirimkan buat Baginda Nabi, penutup dari semua nabi, Muhammad Saw, serta bagi orang-orang yang selalu setia mengamalkan sunnahnya.
Para pembaca sekalian....
Bahagia rasanya bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, untuk itu marilah kita sama-sama menebarkan manfaat di muka bumi ini. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk memberi manfaat pada orang lain, yang pada hakikatnya hal itu akan kembali lagi pada kita nantinya. Salah satu medianya yaitu media online.
Mudah-mudahan blog ini (Kumpulan Materi Dakwah Islam) dapat memberi manfaat bagi para pembaca sekalian, terutama pada yang empunya blog (Martos Alfitri)
Sebelum Penulis mengakhiri sepatah kata ini, satu hal yang ingin penulis tekankan pada seluruh pembaca "Semua Tulisan di Blog ini Bisa Benar Bisa Salah, Karena Keterbatasan Penulis sekaligus Admin. Jika Pembaca menemukan dalil yang lebih Shahih dari tulisan-tulisan di blog ini, Mari kita ikuti Pendapat yang Lebih Shahih tersebut"

Demikian dulu sepatah katanya, mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan, karena ana masih newbie, alias pendatang baru dalam dunia Blogger. Silahkan kirim kritik dan sarannya dengan mengisi kotak komentar,...
Wassalamualaikum.
Share: