Wednesday, June 29, 2016

Biografi Ali bin Husein (Zainal Abidin)

Nama sebenarnya adalah Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib, neneknya adalah Fatimah az-zahra binti Rasulillah, terkadang ia disebut dengan Nama Abu Husein atau Abu Muhammad, sedangkan nama panggilannya adalah Zainal abidin dan As-Sajad, karena kebanyakan melakukan shalat dimalam hari dan di siang hari.

Perjalanan hidupnya.

Diriwayatkan bahwa Ia menerima beberapa orang tamu dari Irak, lalu membicarakan Abu Bakar, Umar dan Utsman tentang sesuatu yang buruk terhadapnya, dan ketika mereka selesai bicara, maka ia berkata,”Apakah kalian termasuk kaum muhajirin yang didalam Alquran surat al-Hasyr: 8 yang menegaskan ‘Mereka yang diusir dari kampung halaman dan dipaksa meninggalkan harta benda mereka, hanya karena mereka ingin memperoleh karunia Allah dan keridhaan-Nya?”’ Mereka menjawab, ”Bukan…!”

”Apakah kalian termasuk kaum Anshar yang dinyatakan dalam Alquran surat al-Hasyr 97: ‘Mereka yang tinggal di Madinah dan telah beriman kepada Allah sebelum kedatangan kaum Muhajirin. Mereka itu mencintai dan bersikap kasih sayang kepada orang-orang yang datang berhijrah kepada mereka, dan mereka tidak mempunyai pamrih apa pun dalam memberikan bantuan kepada kaum Muhajirin. Bahkan mereka lebih mengutamakan orang-orang yang hijrah daripada diri mereka sendiri, kendatipun mereka berada dalam kesusahan?”’ ”Bukan…!”

Kalau begitu berati kalian menolak untuk tidak termasuk ke dalam salah satu dari kedua golongan tersebut. Selanjutnya ia berkata” Aku bersaksi bahwa kalian bukanlah orang yang dimaksud dalam firman allah, “”Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Hasyr:10). Maka keluarlah kalian dari rumahku, niscaya Allah murka kepada kalian”.

Ali bin al Husein Zainal ‘Abidin dianggap sebagai ulama yang paling masyur di Madinah dan pemimpin ulama tabi’in di sana. Hal ini keterangan yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, dan yang diriwayatkan Ibnu Abbas.

Kurang lebih 30 tahun Zainal Abidin bergiat mengajar berbagai cabang ilmu agama Islam di Masjid Nabawi di Madinah. Sikap tidak berpihak pada kelompok mana pun tersebut mengundang simpati dari semua kelompok yang bertikai. Zainal Abidin disegani oleh segenap kaum Muslimin baik kawan maupun lawan.

Pada zamannya, Zainal Abidin diakui masyarakat Muslimin sebagai ulama puncak dan kharismatik. Ia sangat dihormati, disegani, dan diindahkan nasihat-nasihatnya. Kenyataan itu tidak hanya karena kedalaman ilmu pengetahuan agamanya, tidak pula karena satu-satunya pria keturunan Rasulullah, tetapi juga karena kemuliaan akhlak dan ketinggian budi pekertinya.

Salah seorang Putera ‘Amar bin Yasir meriwayatkan bahwa: pada suatu hari Ali bin Husein kedatangan suatu kaum, lalu beliau menyuruh pembantunya untuk membuatkan daging panggang, Kemudian pembantu itu dengan terburu buru sehingga besi untuk membakar daging terjatuh mengenai kepala anak Alin bin usein yang masih kecil sehingga anak tersebut meninggal. Maka Ali berkata kepada pembantunya,’ kamu kepanasan, sehingga besi itu jatuh’. Setelah itu beliau sendiri mempersiapkan untuk memakamkan anaknya.”. Menunjukan kesabaran dan kepasrahan beliau, dimana seorang pembantu telah menyebabkan kematian anaknya. sehingga ia membalas kejelekan dengan suatu kebaikan.

Sebuah keterangan yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Abdul Malik ketika ia sedang menunaikan ibadah haji sebelum diangkat menjadi Khalifah, ia berusaha untuk mencium hajar aswad tetapi ia tidak mampu melakukannya, kemudian datang Ali bin Husein hendak mencium hajar aswad juga sehingga orang orang disekitarnya menyingkir dan berhenti lalu beliau menciumnya. Kemudian orang orang bertanya kepada Hisyam siapa orang itu?, dia menjawab aku tidak mengenalnya. Maka seseorang berkata” Aku mengenalnya, dia adalah Ali bin al Husein.

Para ulama sepakat bahwa Ali bin al Husein ini anak paling kecil dari Husein yang selamat, sedangkan kakak kakaknya dan kedua orang tuanya terbunuh sebagai syuhada. Zainal Abidin kecil selamat dari pembunuhan keluarga Rasulullah, ketika itu ia sedang terlentang diatas tempat tidur karena sakit, sehingga keadaanya luput dari pembunuhan, saat itu usianya 23 tahun. Allah melindungi dan menyelamatkannya.

Ia wafat pada tahun 74 H di Madinah dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Baqi. Riwayat lain dikatakan ia wafat pada tahun 93 H dalam usia 57 tahun.

Diringkas dari Biografi Ali bin Husein dalam kitab Al ‘ilmu wa al Ulama Karya Abu Bakar al Jazairy. Penerbit Daar al Kutub as Salafiyyah. Cairo. ditulis tanggal 5 Rab’ul Awal di Madinah al Nabawiyah.






Share:

Monday, June 27, 2016

Kisah ‘Asya’ Seorang Penyair Yang Menunda Kebajikan

Kisah ‘Asya’ Seorang Penyair Yang Menunda Kebajikan ~ Dahulu, di tanah Hijaz (sekarang: Arab Saudi), di era jahiliah, tersebutlah seorang penyair masyhur bernama 'Asya'. Kala itu Islam belum menyebar luas. Tapi citra diri nabi Muhammad SAW dan keindahan ajaran pekerti yang sempat tersebar ternyata mampu menggugah jiwa dan mempersona hati 'Asya'. Dia sebenarnya tinggal jauh dari Mekkah. Tapi jiwa halusnya sebagai seniman, ketika mendapat potongan-potongan informasi tentang ajaran Rasulullah SAW yang "bernilai seni tinggi dan mengandung ajaran budi tinggi" telah membuatnya yakin bahwa itu benar dari Ilahi. Tak mungkin, ayat-ayat itu dibuat oleh penyair ulung, termasuk oleh dirinya sendiri.
Ilustrasi oleh mrdean91.blogspot.com
Kendati 'Asya' belum pernah bertemu Rasulullah, namun kekagumannya telah merangsang untuk membuat bait-bait syair pujaan atas diri dan pribadi beliau. Akhirnya, suatu hari, ia telah meneguhkan diri untuk menemui Rasulullah, ingin berikrar menjadi pengikut ajaran Ilahi. Tentu saja mata-mata Quraisy tak menghendaki ahli syair ini menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Mereka lantas membuat rekayasa, melakukan pencermatan atas kepribadian dan kebiasaan 'Asya'. Alhasil, ketika 'Asya' dalam perjalanan untuk menemui Rasulullah, mata-mata Quraisy langsung menghadang. Di genggamannya telah terkumpul sejumlah "senjata" kelemahan 'Asya'.

Si Quraisy mengayunkan senjata "titik lemah" 'Asya' sendiri, "Wahai Abu Basir. Ketahuilah bahwa agama yang dibawa Muhammad sangat berlawanan dengan kondisi mental dan kebiasaanmu."

"Kepana begitu?" tanya 'Asya'.

Mereka menjawab, "Muhammad mengajarkan bahwa zina itu haram."

'Asya' langsung menukas tangkas, "Itu tak menjadi urusan denganku, sehingga tak menghalangi jalanku untuk memeluk Islam."

Si Quraisy lantas memanfaatkan "kelemahan" 'Asya' yang lain, "Ia juga melarang khamr (minuman keras)."

Mendengar informasi ini 'Asya', sebagai seniman pemabuk, langsung terlihat cemas, lantas menukas, "Saya belum kenyang dengan khamr. Oleh karena itu, sekarang saya akan pulang dan meminum khamr selama setahun dahulu. Tahun depan saya akan kembali dan memeluk Islam di hadapan Nabi Muhammad SAW."

'Asya' lantas pulang. Nmaun, pada tahun itu pula ia keburu mati, sebelum sempat menemui Rasulullah SAW. Ia telah menutup peluangnya sendiri untuk melakukan apa yang dikatakannya.

Hikmah

Apa yang dilakukan 'Asya' merupakan penundaan terhadap sebuah niat kebajikan. Dalam perspektif Islam, setidaknya ada sisi negatig dari peristiwa ini, yakni: kebiasaan menunda sebuah pekerjaan yang sebenarnya dapat segera dilakukan (diselesaikan) adalah sebuah keburukan. Dalam konteks ini Imam Ali misalnya pernah menyatakan bahwa, "Al waqtu kasshaifi fainlam taqtho'hu fainnahu qotho'aka. Waktu itu ibarat pedang, apabila engkau tak segera memotongnya, maka ia akan dapat memotongmu." Pernyataan itu jelas sangat merefleksikan betapa pentingnya menghargai waktu, dan buruknya menunda-nunda pekerjaan. Waktu menempati posisi sedemikian penting dalam Islam, hal ini seperti terefleksi dari Sumpah Tuhan yang selalu menggunakan terminologi waktu, misalkan: Wal 'Ashri (Demi waktu Asar), Wal Laili (Demi waktu malam), Waddahuha (Demi waktu Dhuha) dan seterusnya.

Sekali lagi Islam mengajarkan untuk tak menunda pekerjaan. Allah menandaskan, "faidzaa telah fansob, wa ilaa robbika farghob, jika kau telah menyelesaikan satu pekerjaan, maka beralihkan pada pekerjaan lain, dan hanya kepada Tuhanmu engkau mohon ampun." Menunda, untuk berbuat kebajikan bukan saja rugi dalam perspektif waktu, melainkan rugi pula dalam hal keimanan. Apa yang dialami 'Asya' dapat disebut sebagai kerugian murokab (kerugian dobel-dobel). Padahal dalam konteks kebajikan Allah justru telah menegaskan, bersegeralah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu.

Referensi : Berbagai Sumber
Share:

Wednesday, June 22, 2016

Antara Cinta dan Ratapan

Antara Cinta dan Ratapan ~ Dalam perang Uhud Nabi Muhammad SAW telah mengatur taktik dan strategi jitu. Delapan puluh pemanah ditempatkan pada bukit yang strategis, yang di atasnya tentara Islam terbukti dapat membikin kalang kabut dan kocar-kacir tentara Quraisy. Mereka berlarian cerai-berai, meninggalkan banyak harta di belakangnya. Dalam situasi ini sebagian pasukan panah tergoda, turun dari posisinya, turun berebut rampasan harta perang. Mereka telah menyalahi peraturan Nabi Muhammad SAW untuk tak sekalipun meninggalkan posisi. Alhasil, tentara Quraisy mengambil alih lokasi yang strategis tadi, dan ganti mengobrak-abrik tentara yang dipimpin Nabi Muhammad SAW. Banyak serdadu Islam mati, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Bahkan, Rasulullah sempat diisukan syahid dalam perang ini.


Setelah perang usai, banyak anak menjadi yatim, dan banyak wanita menjadi janda. Mereka meratap, gulung koming. Hanya satu dua yang tabah hati, termasuk seorang wanita suku bani Dinar. Dia memang bersedih, air mata mengalir di pipinya, namun tak meratap seperti yang lainnya.

Ketika pasukan Islam pulang perang dia menanyakan kondisi Nabi Muhammad SAW. Semua yang ditanya menjawab, "Alhamdulillah, beliau dalam keadaan baik-baik saja," sambil tangan menunjuk ke arah Nabi Muhammad SAW. Demi melihat Rasulullah selamat, sehat wal afiat, wanita itu kontak melupakan musibah berat akibat ditinggal mati karib kerabat, "Wahai Nabi Allah. Segala kesulitan dan kesusahan menjadi mudah di jalan Anda." Terlihat, betapa malapetaka dianggap tak berarti apa-apa, karena manusia sanjungannya terselamatkan dari petaka. Itulah wujud kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Cinta di atas segalanya, di atas cintanya kepada diri dan keluarganya, di atas cintanya kepada kekayaan dan harta, kecuali tingkatan cinta kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta.

Hikmah dari Kisah Di Atas

Cinta kepada keluarga (termasuk harta dan tahta) adalah sesuatu yang manusiawi. Oleh karenanya, ketika sesuatu yang dimiliki meninggalkannya, diambil oleh Yang Punya perasaan sedih pasti akan menggelayuti. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri ketika ditinggal mati putra yang dicintai, Ibrahim, sebagai manusia Rasulullah juga memperlihatkan kesediannya. Rasa sedih akibat ditinggal pergi oleh orang yang dicintai memang manusiawi, sebab cinta kepada keturunan memang merupakan perwujudan rohani yang paling murni dan jujur.

Kala itu Nabi Muhammad SAW berkata duka, "Ibrahim putraku, aku tak dapat berbuat apa pun untukmu. Kehendak Ilahi tak mungkin diubah. Ayahandamu bergelimang air mata, dan hati bapakmy sedih dan pilu atas kematianmu. Namun, aku tak akan mengucapkan sesuatu yang dapat menimbulkan murka Allah. Seandainya Allah tak menjanjikan bahwa kami pun akan menyusulmu, niscaya aku akan menangis lebih banyak dan akan lebih sedih karena berpisah denganmu."

Itulah kesedihan Nabi Muhammad SAW, seorang Rasul yang mempunyai sifat-sifat manuasiawi. Namun, Rasulullah tak meratap apalagi menyalahkan Tuhan. Beliau sangat tahu bahwa sedih berkelebihan dapat menimbulkan murka Tuhan, karena ratapan hampir sama dengan menegasi (menentang) kodrat dan irodat Tuhan. Oleh karena itu, Rasulullah telah menegur (dan melarangO para wanita yang meratap akibat suami gugur dalam perang Uhud. Rasulullah mengingatkan, "Aku tak pernah melarang kalian menangisi kematian orang-orang yang kalian cintai. Karena tangisan itu justru merupakan tanda keramahan dan belas kasih. Orang yang hatinya tak terharu untuk orang lain, dia tak berhak mendapat belas kasih Allah. Yang telah aku katakan adalah Anda sekalian tak boleh meratap berlebih-lebihan atas kematian orang yang kalian cintai, tak boleh mengucapkan kata-kata yang tak pantas, dan tak boleh merobek-robek baju akibat sedih."

Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW seperti diperlihatkan seorang wanita bani Dinar tadi merupakan sesuatu yang patut diteladani. Kecintaan dia kepada Rasulullah di atas segala, kecuali kepada Sang Pencipta: Allah SWT. Khusus kepada Allah (Khaliq) memang berlaku hukum "Asyaddu hubban lillah, amat sangat cinta, ngebet, kesengsem (terpikat), dan trisno (kasih) tiada banding kepada Allah". Namun, khusus kecintaan manusia kepada alam semesta (makhluk), Nabi Muhammad SAW menempati posisi tertinggi, bahkan di atas suami istri, anak, dan segala kekayaan yang dimiliki.

Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW menempati posisi tertinggi adalah sesuatu yang pantas, mengingat Tuhan sendiri juga sangat mencintai manusia luhur ini. Sebagai lambang kecintaan dan penghormatan, Allah tak pernah menyebut Nabi Muhammad SAW dengan kata-kata "Wahai Muhammad", tetapi diganti dengan ucapan sayang: "Wahai Nabi, waha Rasul, wahai orang yang berselimut" dan seterusnya. Ingatkah pada kalimat dalam tahiyat Shalat: "Assalamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warohmatullahi wa barookaatuh: semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya terlimpah atas diri engkau wahai Nabi." Itulah salam Allah menyambut kedatangan Rasulullah ketika Isra' dan Mi'raj.

Allah bahkan mengingatkan seperti terlukis dalam Al Quran, "Innallaaha wamalaaikatahu yusholluuna 'alan nabi. Yaa ayyuhallladziina aamanuu sholluu 'alaihi wasallimuu tasliimaa: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat (mendoakan) atas diri Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersholawatlah kamu atas beliau, dan mohonkan keselamatan dengan benar-benar keselamatan." Itulah tanda betapa Allah mencintai Nabi-Nya. Oleh karena itu, bagaimana mungkin, kita petantang-petenteng (sombong) tak mau mencintai dan bersholawat atas diri Nabi Muhammad SAW. "Sebakhil-bakhil manusia adalah yang tak mau bersholawat terhadapku", itulah peringatan dari Nabi Muhammad SAW. Bila kita bakhil kepadanya, pantaskah kita mengharapkan syafa'at darinya?

Referensi Saya : Berbagai Sumber
Share:

Thursday, June 16, 2016

Kisah Abu Dujanah dan Pengorbanannya

Kisah Abu Dujanah dan Pengorbanannya ~ Sebelum perang Uhud dimulai, Nabi Muhammad SAW bermaksud menggelorakan semangat pasukannya. Beliau mengangkat pedang tinggi-tinggi, serasa berkata, "Siapakah di antara kalian yang ingin memegang pedang ini, dan memberikan sesuatu yang pantas baginya?"

Selesai Rasulullah SAW bersabda, kontan satu dua orang di antara pasukan segera ke depan. Salah satu di antaranya bernama Abu Dujanah, seorang lelaki pemberani sekaligus taat kepada Allah. Dia bertanya, "Wahai Rasul, apa yang patut bagi pedang ini, dan bagaimana kami dapat memberikannya?"


Nabi Muhammad SAW menjawab, "Anda memanfaatkan untuk bertempur sampai pedang ini melengkung." Mendengar jawaban itu, Abu Dujanah dengan sigap menyambut mantap, "Saya bersedia membayarkan yang patut baginya." Dujanah pun lantas mengikatkan kain "sapu tangan kematian" di kepala. Ia berjalan seperti harimau, bukan karena sombong dan arogan, tapi akibat gembira diberi kehormatan menggenggam pedang "kepercayaan" yang diulurkan Rasulullah SAW.

Dengan berbekal tekad untuk berjuang sampai titik darah penghabisan dan dengan ba'iat untuk bertempur sampai titik akhir kehidupan, selama pertempuran Abu Dujanah akhirnya menempatkan diri tak jauh dari Rasulullah SAW. Pedang berkelebat kiri kanan memangsa nyawa manusia. Dengan gigih ia menjadikan tubuhnya sebagai perisai hidup bagi Rasulullah SAW. Banyak anak panah menancap di punggung. Namun, seolah tiada dirasa atau barangkali tidak terasa, kalah oleh rasa cintanya kepada Rasulullah SAW dan kerinduannya kepada Syahadah.

Suatu kali, akibat pasukan panah melanggar perintah Nabi Muhammad SAW, kekuatan Islam terbalik menjadi tersudutkan. Sebagian malah ada yang mundur, melarikan diri. Sedangkan, Rasulullah SAW bersama Ali telah dikepung rapat oleh pasukan Quraisy. Abu Dujanah juga kewalahan menghadapi musuh yang merangsek kesetanan. Saat itulah, mata Rasulullah SAW jatuh pada Abu Dujanah, yang setengah mati berusaha melindungi Rasulullah SAW. Darah mengucur hampir menutup setiap senti tubuhnya. Melihat kondisi Abu Dujanah yang tampak payah, Rasulullah SAW bicara keras, "Wahai Abu Dujanah! Saya membebaskan anda dari ba'iat. Biarkan Ali saja yang tinggal bersama saya. Sebab Ali adalah dari saya, dan saya dari Ali."

Mendengar pernyataan Rasulullah SAW, Abu Dujanah bukan gembira lega akibat lepas dari belenggu ba'iatnya. Dia malah menangis sedih seraya berkata, "Wahai Rasul, kemana saya harus pergi? Haruskah saya pergi ke rumah yang pada akhirnya pasti akan runtuh? Mestikah saya pergi kepada istri, yang pada akhirnya nanti pasti akan mati? Perlukah saya lari kepada harta dan kekayaan yang pada gilirannya juga akan musnah? Haruskah saya lari dari maut yang suatu saat pasti akan datang?" Ketika melihat air mata bercucuran membasahi pipi Dujanah, Rasulullah SAW mengijinkan bertempur bersamanya. Abu Dujanah dan Ali akhirnya tetap bersama melindungi Rasulullah SAW dari serangan dahsyat pasukan Quraisy.

Hikmah dari Kisah Abu Dujanah

Nabi Muhammad SAW memang seorang panglima yang canggih dalam mengatur strategi, cerdas dalam membangkitkan "emosi", dan lihai dalam membangun militansi. Beliau memang cerdas, sesuai dengan sifat wajib yang ada padanya: fathonah alias pintar. Proses membangun militansi Abu Dujanah hanya melalui simbolitas pedang adalah contoh yang sangat apik (baik), satu dari sekian cara yang pernah diperlihatkan Rasulullah.
Dengan kepercayaan "simbolitas" menerima pedang dari Rasulullah, militansi Abu Dujanah meluao persis bak banteng ketaton (terluka) tak takut mati. Ia telah mendapat kepercayaan apalagi dari utusan Ilahi. Siapapun orangnya yang memperoleh kepercayaan, berarti ia telah diperhitungkan. Siapapun yang diperhitungkan, berarti ia mendapatkan kehormatan. Dan, siapa pun yang mendapat kehormatan, ia akan menjaga kredibilitas dan kualitas sesuai dengan kehormatan yang diberikan.

Penberian kehormatan merupakan stimulus terkuat dalam membangun sebuah sikap dan image apapun alasannya. Penghormatan bernuansa Ilahi, menstimulasi semangat juang yang juga bernuansa Ilahi. Hal inilah yang menyebabkan seseorang menjadi tak takut mati. Itulah yang dialami Abu Dujanah.

Referensi Saya : Berbagai Sumber
Share:

Wednesday, June 15, 2016

Kisah Cobaan dan Ujian Nabi Ayub as

Kisah Cobaan dan Ujian Nabi Ayub as ~ Salah satu orang yang dipercaya membawa syariat Tuhan adalah Nabi Ayub as. Orangnya terkenal sabar dan penyayang. Oleh karena itu, Tuhan membanggakan Nabi Ayub kepada segenap makhluk-Nya mulai dari pepohonan, hewan, malaikat bahkan para setan.

Menanggapi "pembanggaan" Tuhan atas Nabi Ayub, setan yang berjiwa pembangkang tentu membantah, menantang Tuhan dengan mengatakan, "Tuhan, Engkau tak perlu membanggakan Ayub-Mu. Dia sabar hati dan baik budi karena hidup serba kecukupan. Saya sangsi apakah Ayub tetap memperlihatkan sikap terpuji jika Engkau menimpakan ujian kemelaratan dan kenistaan."


Mendapat kesangsian setan, Tuhan lantas membuktikan keutamaan makhluk-Nya yang bernama Ayub ini. Nabi Ayub yang semula kaya raya, akhirnya dibangkrutkan Tuhan. Ayub yang asalnya banyak putra, akhirnya satu persatu dicabut nyawanya hingga tak ada sisa. Nabi Ayub yang tadinya gagah, sehat wal afiat, akhirnya ditimpa penyakit yang tak ada obatnya. Badannya membusuk, bahkan belatung telah menempel masuk. Baunya menjadi sangat busuk.

Istri-istrinya, satu persatu meninggalkannya, kecuali hanya satu yang setia, yang justru paling cantik di antara semua. Lebih menyakitkan lagi, akibat bau busuk yang amat menyengat, Nabi Ayub malah diasingkan masyarakat yang tadinya memuja dan menghormatinya. Ia hidup terpencil dalam sebuah gua.

Ada tiga peristiwa penting terkait dengan musibah Nabi Ayub ini.
  1. Bagi orang kebanyakan, musibah beruntun seperti ini akan sangat mungkin membuatnya gila atau bunuh diri akibat putus asa. Tapi, bagi orang sekualitas Nabi Ayub dalam soal keimanan, dia menerima segala cobaan dengan tawakal dan bijaksana. Tak mungkin bagi dirinya untuk berobat, karena tak satu pun orang yang mau mendekat. Sebab, hanya tinggal satu orang yang mau merawat, yakni satu-satunya istri yang masih setia.
  2. Dalam keterpurukan dan ketersiksaan, Nabi Ayub tetap ingat dan taat kepada Tuhan. Ia selalu rajin bermunajat, bukan berdoa untuk kesembuhan, tapi berdoa agar diberi ketabahan menerima segala ujian.
  3. Setiap kali akan shalat, ia mencabut (memunguti) puluhan belatung yang menempel di lukanya, tapi sama sekali tak mematikannya. Adalah pantangan baginya, membunuh sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan tanpas sesuatu alasan. Bahkan, setelah selsai shalat, belatung dikembalikan pada tempatnya, pada lukanya, agar mereka dapat tetap hidup memperoleh makanan dari tubuhnya. Bagi Nabi Ayub, belatung mempunyai hak hidup sebagaimana dirinya, belatung mempunyai hak mendapatkan pangan (makanan) sebagaimana dirinya pula. Masya Allah.
Suatu hari Nabi Ayub dan istrinya tak memiliki sesuatu apapun untuk mengganjal perutnya. Nabi Ayub kelaparan, istri setianya juga keroncongan. Nabi Ayub tawakal, si istri juga sabar. Namun, lama-lama istri shalehah ini tak tega melihat kondisi suaminya yang kian payah, sudah sakit masih ditambah lapar pula. Sama sekali wanita itu tak memikirkan dirinya, melainkan meresahkan kondisi suaminya. Akhirnya, istri setia itu pergi ke pasar, bukan menjual sesuatu apapun, karena memang tak punya apa-apa yang dapat dijual. Dia hanya menjual rambutnya yang panjang hanya untuk membeli makanan bagi suami tercinta. Kala itu masyarakat memang sudah terbiasa memakai rambut palsu, rambut penyambung untuk gelungan alias kondean, yang dalam terminologi Jawa disebut cemoro, dan dalam bahasa Indonesia dinamakan wig. Ketika si istri pulang dengan membawa makanan, Nabi Ayub bukannya gembira tentang apa yang dilakukan istrinya. Ia marah karena telah menyalahi hukum Tuhan, menjual rambutnya hanya demi makanan. Atas peristiwa ini Nabi Ayub bersumpah, bila Tuhan memberi kesembuhan dia akan menghukum istrinya, mencambuk seratus kali.

Akhirnya Ayub memanjatkan doa agar diberi kesembuhan. Dia berdoa bukan karena tak tahan pada cobaan, melainkan ingin melaksanakan sumpahnya menghukum istri yang melanggar aturan Tuhan.

Singkat kata, Tuhan pun akhirnya memberi kesembuhan, dan nabi Ayub telah lulus ujian. Alhasil, Nabi Ayub akhirnya ingin melaksanakan sumpah, karena janji dan sumpah memang tak mungkin diingkari. Tapi, mengingat kesetiaan dan kesalehan si wanita, Tuhan yang Maha Penyayang langsung mengajari, bahwa Nabi Ayub tetap dapat melaksanakan sumpah memukul istri 100 kali, tapi hendaknya tak menyakiti. Caranya, 100 lidi diikat jadi satu menjadi sapu, lantas dipukulkan sekali dengan keras, yang berarti telah sekaligus memukul 100 kali.

Referensi Saya : Berbagai Sumber
Share:

Monday, June 13, 2016

Hafiz Al Qur'an Tapi Mati Su'ul Khatimah

Kembali lagi dengan kisah kematian hanya di Kisah Teladan Islami. Bagaimana bisa ya seorang yang telah hafiz Al Qur'an namun meninggal dalam keadaan tidak baik.

Kisah ini sudah ada sejak zaman dahulu, yang memang oleh Allah SWT agar dijadikan renungan dan pembelajaran umat manusia di muka bumi ini.

Pada masa tabi'in dahulu, ada seseorang yang gagah berani menjadi mujahid dalam perang melaewan Romawi. Dia disebut-sebut sebagai seorang yang memiliki hafalan Al Qur'an bagus.

Siapakah dia?
Dia bernama Abdah bin Abdurrahim.

Kenapa bisa sampai terjadi hal yang buruk pada pemuda ini. Dia meninggal dunia dengan tidak membawa iman islamnya seperes pun. Berikut kisahnya.

Petaka ini terjadi bermula dari saat ia menjadi tentara, dimana ia dan tentara lainnya sedang mengepung kampung romawi. Ketika itu, mata Abdah tertuju kepada seorang wanita Romawi yang ada di dalam benteng.

Kecantikan dan pesona wanita berambut pirang itu begitu dahsyat hingga meluluhkan hatinya. Tanpa buang waktu lagi, Abdah segera menulis surat cinta ditujukan kepada wanita tersebut.





Isi suratnya adalah sebagai berikut,
"Adinda, bagaimana caranya agar aku bisa sampai kepangkuanmu?" begitu sebagian kalimat yang tertulis.
"Kakanda, masuklah agama Nasrani, lalu kamu naiklah menemuiku, maka aku jadi milikmu," tulis wanita cantik itu.

Karena setan dan nafsu yang lebih kuat, seakan sudah tak terbendung lagi yang masuk memenuhi relung hati Abdah, hingga ia lupa diri, imannya dia tinggalkan dan naik menemui wanita itu.

Hatinya telah benar-benar mati dari cahaya Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 7,
"Allah telah mengunci mati hati dan pendegaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat."

Astaghfirullah....
Ternyata pesona dari wanita tersebut telah mengubur keimanan Abdah. Demi bisa memiliki tubuh cantik itu, ia rela meninggalkan yang sudah benar yaitu Islam.

Sudah sepatutnya sebagai sesama umat Islam saling mengingatkan. Begitu juga kawan-kawannya sesama tentara. Mereka mengingatkan agar tidak keluar dari Islam.

Beberapa kawan dekatnya mencoba untuk membujuknya agar segera bertobat. Mereka menemui Abdah dan berkata,
"Di manakah Al Qur'anmu yang dulu? Apa yang telah dikerjakan oleh ilmumu terhadapmu? Apakag yang dikerjakan puasamu terhadapmu? Apa yang dikerjakan jihadmu terhadapmu? Dan apa yang telah diperbuat salatmu terhadapmu?"






Astaghfirullah...
Allah SWT benar-benar meengunci mati hatinya. Dengan congkak ia mengatakan,
"Aku telah lupa semua isi Al Qur'an, kecuali hanya dua ayat saja."

Lalu Abdah membaca dua ayat Al Qur'an tersebut yaitu Surat Al Hijr ayat 2 samapi 3. Seolah-olah ayat ini adalah hujah, kutukan sekaligus peringatan Allah SWT yang terakhir kalinya. Namun hal tersebut tidak digubrisnya sama sekali.

Dalam kehidupan ini, seolah bisa bahagia dengan harta berlimpah serta bersama keturunan Nasrani. Akhirnya Abdah meninggal pada tahun 278 Hijriyah.

Celakanya lagi, saat nyawanya dicabut Malaikat Izrail, Abdah belum mau bertobat dan berakhir dengan Su'ul Khatimah (akhir hidup yang jelek).

Semoga kita dilindungi dari hal yang demikian dan dimatikan dalam keadaan yang baik atau Khusnul Khatimah. Amiiin...
Share:

Sunday, June 12, 2016

Saat Kaum Dhuafa Berpuasa

Saat Kaum Dhuafa Berpuasa ~ Bulan Ramadhan kembali menyapa paruh umur kita. Tapi, apakah perilaku dan rutinitas kita akan sama dengan tahun lalu? Sebagian kita terjebak pada budaya konsumtif tak terkontrol saat beribadah puasa. Sementara, pada lain waktu, sebagian saudara kita, para dhuafa, yang berpuasa sebaliknya. Oleh karena itu tak ada salahnya kita mengetahui gejolak batin kaum dhuafa dalam menjalani puasa. Mudah-mudahan bisa menjadi refleksi sekaligus menyadarkan kita bahwa puasa bukan sekedar ritual tanpa makna. Beberapa figur berikut ini contohnya. 


Hidup berkecukupan adalah mimpi setiap orang. Begitu pula dengan ibu Ruminah (43 tahun), istri dari Bowo Leksono (36 tahun), yang memutuskan hijrah ke Jakarta demi meraup rupiah. Suasana desanya yang tenang di Tejokusuma, Tamansari , Yogyakarta, tak mampu lagi menahan langkahnya bersama suami dan seorang anaknya untuk mengadu nasib di Jakarta.

“Saya hanya ingin mencari kehidupan yang lebih layak agar anak-anak  saya bisa sekolah,” ujar Ibu Ruminah saat ditemui di daerah Bukit Duri.

Terhitung sudah 26 tahun ia tinggal di Jakarta, Kota metropolitan yang ternyata tak banyak memberikan pilihan kerja. Apalagi baginya dan suaminya yang tak selesai mengecap Sekolah Dasar. Tapi tekadnya sudah bulat. “Terlanjur berjalan, pantang surut langkah kembali,” Ia berpeluh keringat menjemput rezekinya dengan mengumpulkan barang-barang bekas yang disetorkannya ke tempat penampungan di daerah Sawo Kecik.

Sosok ibu lima orang anak yang bersuamikan tukang besi ini, setiap hari rutin mengais-ngais sampah di daerah Manggarai dan sekitarnya. Berangkat saat mentari masih dalam peraduan selepas menunaikan shalat Shubuh. Perut kempisnya hanya diisi air putih tanpa sarapan.

Besi panjang yang bagian ujungnya melengkung (ganco), menjadi tempatnya menggantungkan harapan. Tubuh rampingnya harus pula dibebani keranjang yang lumayan besar. Kata-kata  kasar dan kalimat “dasar gembel!” yang dilontarkan orang tak berperasaan, telah menjadi sarapannya. Ia tak peduli. Baginya, selama pekerjaan itu halal dan tidak merugikan, kenapa mesti malu untuk dilakukan.

Kerja menjadi pemulung memang berat. Apalagi dilakukan oleh perempuan. Tapi, ia harus bertahan demi sesuap nasi dan  sejumlah impian masa depan. Dan, untuk kesekian kali, ia bisa  bertemu dengan bulan puasa. Bulan penuh berkah yang membuatnya “sejajar” dengan orang-orang kaya. Sama-sama menahan haus dan lapar. Tapi, nuansanya tentu berbeda.

“Saya merasakan perbedaan menahan lapar dan haus di bulan biasa dengan bulan Ramadhan. Kalau bulan ramadhan, rasa lapar dan haus itu tidak terlalu terasa. Mungkin, disitulah letak kekuatan niat yang menjadikan saya lebih kuat secara fisik,” ujar Ibu Ruminah menambahkan.

Saat orang kaya menikmati puding setelah adzan Maghrib tiba, ia hanya menikmati segelas teh manis. Namun, ia cukup  bersyukur sudah bisa sahur dan berbuka dengan nasi dan lauk pauk seadanya.

Lebaran pun ia tidak bisa seperti orang berpunya yang bangga bisa pergi  ke mall atau pusat perbelanjaan untuk memborong baju baru. Yang tersisa darinya hanyalah niat tulus dan harapan semoga ibadah puasanya Allah terima, tanpa perlu iri untuk mewarnai puasa dengan luapan materi.

Kondisi lebih mengenaskan terjadi pada Mbah Slamet (64 tahun). Di usianya yang sudah senja, ia harus rela hidup seorang diri ditengah hiruk pikuknya Jakarta. Tubuh rentanya  hanya bisa ia sandarkan di tembok jembatan dekat terminal kampung Melayu. Tembok yang menopang badannya dan menjadi saksi bisu bagaimana ia mengais belas kasihan orang lain.

Matanya yang sayup dihiasi gumpalan debu yang memenuhi sudut kelopaknya. Mulutnya lebih banyak terkatup. Kalau pun bicara seperti orang berbisik. Kedua kakinya tak lagi bertenaga akibat ganasnya penyakit kulit yang ia derita.

Lelaki tua yang berasal dari daerah Poncol, Semarang ini, terpaksa tinggal di bawah  jembatan terminal kampung melayu. Tubuh ringkihnya selalu diselemuti hawa dingin yang leluasa menembus kardus dan plastik-plastik bekas yang menjadi alasnya tidur. Ia tak lagi punya impian. Uang hasil mengemisnya hanya cukup untuk makan.

Tapi bulan Ramadhan, membuatnya bisa sedikit tersenyum. Tak lagi ada caci maki  atau umpatan sambil berbisik yang kerap ia dengar. Orang-orang yang melintas dihadapannya mendadak  “baik”, seakan ingin  menghapus dosa yang pernah mereka lakukan kepadanya.

Saat ditemui, ia hanya bisa berkata pelan, “Puasa itu bukan sekadar menahan makan dan minum, tapi juga nafsu. Alhamdulillah, saya bisa puasa penuh meski dengan makanan  seadanya. Saya hanya iri melihat orang berpuasa dengan makan enak, baju serba baru dan bisa berkumpul dengan keluarga.”

Masihkah sosok Ibu Ruminah dan Mba Slamet di belantara Jakarta ini berarti bagi kita? Mereka hanya berharap untuk diperhatikan sebagaimana layaknya manusia. Tapi sayang, mereka telah mengubur harapan itu  dalam-dalam. Sedalam keyakinannya bahwa Allah-lah satu-satunya yang masih bisa ia percaya. Bukan lagi kepada kita yang masih saja tak sadar bahwa puasa merupakan ajang mengasah kepekaan terhadap sesama.

Sumber : Majalah Hidayah Penerbit PT. Variasari Malindo
Share:

Kisah Hindi binti Amar bin Hazan

Kisah Hindi binti Amar bin Hazan ~ Amar bin Jumuh adalah lelaki pincang, oleh karenanya mendapat rukhsoh (keringanan) tak dikenai hukum wajib militer alias wajib perang. Namun, sekali lagi, daya tarik jihad tampaknya terlalu memikat bagi orang beriman. Lelaki cacat itu pun nekad ikut berjihad. Akhirnya, Amar bersama Khallad (putranya) dan Abdullah (saudara istri alias iparnya) gugur sebagai syahid dalam jihad.


Hindi binti Amar bin Hazan yang tak lain istri Amar sekaligus kehilangan tiga orang tercinta: suami, anak, dan saudara pria. Apakah Hindi meratap, gulung koming (menangis tersedu-sedu sambil berguling-guling)? Ternyata tidak. Dengan tegar hati, Hindi malah pergi ke Uhud sendiri, mengambil jasad orang-orang yang paling dicintainya. Dengan pancaran jiwa yang tabah iman kepada Ilahi, Hindi tak memperlihatkan kepedihan hati, seolah tak ada musibah bencana yang menimpa. Ia pulang menuntun seekor unta yang memuat tiga mayat.

Setiap kali ia ketemu orang, pasti akan ditanya tentang mayat-mayat yang dibawanya. Hindi mampu menjawab pertanyaan dengan tetap memperlihatkan keanggunan, "Mereka kerabat saya: satu suami saya, kedua anak lelaki saya, dan satu lagi yang ketiga, saudara pria saya."

Bahkan, ketika para istri Nabi Muhammad SAW atau siapa saja yang bertemu Hindi bertanya tentang kebenaran isu "gugurnya" Nabi, Hindi memberi kaba yang menyejukkan, "Aku membawa kabar gembira, (1) Nabi masih hidup. Dibandingkan dengan rahmat (masih hidupnya Nabi) ini, segala kesulitan (termasuk musibah yang aku derita) tak ada artinya, (2) Allah telah memulangkan kaum kafir dalam keadaan marah." Subhanallah. Adakah wanita tabah sebanding dia?

Hikmah dari Kisah Hindi binti Amar bin Hazan

Setiap orang beriman punya keyakinan bahwa kematian jihad tidaklah sia-sia, karena pasti mendapatkan balasan Jannatun Na'im (surga) Tuhan. Oleh karenanya, ahli waris para mujahid meski merasa kehilangan, mereka tak terlalu dirundung kesedihan. Itulah substansi keyakinan yang juga ada para Hindi. Kesedihan sesaat memang muncul dan mengemuka, karena memang manusiawi, sebagai refleksi kecintaan kepada orang-orang yang dikasihi. Tapi, hal itu hanya gejala sesaat, dan hanya fenomena singkat.

Kenapa sikap demikian dapat ditegakkan? sebab dalam dada setiap kaum beriman seperti Hindi setidaknya mempunyai tiga buah keyakinan:
  1. Segala kejadian di alam semesta merupakan wujud dari kodrat-irodat Tuhan. Allah menyatakan, "Tak ada sesuatu pun yang dapat lepas dari irodat-Nya, bahkan termasuk luruhnya selembar daun kering di tengah hutan yang lebat dan sunyi." Segala kejadian, termasuk kematian adalah bagian dari kodrat-irodat Tuhan. Apapun keberatan yang diajukan, apapun ratap tangis yang disuarakan, kodrat dan irodat Tuhan tetap terlaksana. Justru kesedihan berlebihan (ratapan) menunjukkan tanda-tanda "penentangan" dan tak mau ikhlas menerima ketentuan Tuhan.
  2. Kematian adalah sebuah keniscayaan yang tak mungkin dapat dilewatkan. Siapa yang mengalami pross kelahiran dia pasti akan mengalami kematian. Itu hukum alam alias sunnatullah yang tak mungkin dihindarkan. "Kullu nafsin dzaaiqotul maut, setiap yang bernyawa pasti akan mati, "demikianlah sabda Nabi Muhammad SAW. Hanya soal waktu dan sebab musababnya yang berbeda. Setiap orang beriman sangat yakin, bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah kepunyaan Allah, dan pasti semua akan kembali kepada-Nya (Inna lillaahi wainna ilaihi rooji'uun).
  3. Segala cobaan hakekatnya sebagai bentuk ujian. Dalam hal ini Allah bertanya tapi tak butuh jawaban, "Apakah kamu mengira bahwa Allah akan membiarkanmu menyatakan beriman dengan tanpa memberikan ujian dan atau cobaan?" Jika kualitas besi diuji coba dengan api dan tempaan-tempaan palu, maka kualitas manusia diuji coba dngan bermacam cobaan dan musibah. Idzaa aroodallaahu an yushoofia alshoqo bihil balaayaa, jika Allah ingin menguji seseorang, maka akan ditimpakan kepadanya berbagai cobaan. Semakin tabah seseorang dalam menyikapi kehilangan (keluarga, harta, dan tahta), berarti semakin berkualitas pribadi orang bersangkutan. Cerita Nabi Ayub yang ditimpa berbagai kemalangan adalah contoh yang patut direnungkan. Yang pasti, Tuhan menjanjikan, "Dia tak akan menguji (menimpakan cobaa) melainkan sesuai batas kemampuan, laa yukallifullaaha nafsan illaa wus 'ahaa. "Keputusan seseorang dalam menerima cobaan Tuhan, bukan karena ujian Tuhan melampaui kapasitas kemampuan, tapi lebih dikarenakan sikapnya yang ingkar (kafir), "Walaa taiasuu min rouhillaah, wamaa yaiasuu illal qoumul kaafiruun, janganlah kamu putus asa dari rahmat Allah. Karena tidak putus asa kecuali hanya orang-orang kafir (ingkar)."
Referensi Saya : Berbagai Sumber
Share:

Saturday, June 11, 2016

Kisah Ummu 'Amir, Pahlawan Wanita

Kisah Ummu 'Amir, Pahlawan Wanita ~ Kendati Islam tak mewajibkan wanita berjihad dalam medan laga, namun tarkh (sejarah) Islam sempat mencatat kisah wanita pemberani yang sempat ikut berperang dalam Perang Uhud pada era Rasulullah SAW. Namanya Ummu 'Amir yang tak lain adalah Nasibah seperti ternukil dalam kisah sebelumnya.


Ummu 'Amir dan beberapa wanita yang sejiwa memback-up (mendukung) anggota keluarga pria mereka yang turut berjihad (menjadi mujahid). Kaum wanita mempunyai tugas utama memberi air kepada yang haus, mencuci pakaian kotor, dan merawat yang terluka. Namun, Ummu 'Amir tampaknya tak merasa cukup dengan pekerjaan utamanya.

Alhasil, tatkala tentara Islam terpukul mundur, dan banyak prajurit yang kabur, Ummu 'Amir justru bangkit semangatnya. Ia meletakkan kantong air, lantas mengambil parang atau pedang untuk menghalau musuh-musuh tentara Islam. Ummu 'Amir bercerita, "Ketika aku melihat tentara Islam melarikan diri dari peperangan, aku berteriak kepadanya: tinggalkan perisai dan pedangmu. Orang itu melepaskannya, dan aku memungutnya lantas aku menggunakannya untuk bertempur."

Keadaan kian genting, tentara Islam kalang kabut akibat tentara panah melanggar perintah dan siasat Rasulullah SAW. Saat itu Ummu 'Amir melihat Rasulullah dalam bahaya. Ibnu Qumi'ah, seorang prajurit musuh, berteriak-teriak penuh arogansi mencari Rasulullah SAW, "Dimana Muhammad ?"

Qumi'ah akhirnya mengenali Rasulullah, lantas menyerbu dengan pedang terhunus. Ummu 'Amir dan Mus'ab segera menghadang Qumi'ah. Pukul memukul terjadi, namun Ummu 'Amir terjengkang akibat pukulan keras dan hampir mematikan. Bahunya terluka akibat sabetan pedang.

Rasulullah SAW melihat adegan ini, lantas memanggil salah satu putra Ummu 'Amir agar membalut luka ibunya. Setelah dirawat sejenak, seolah tak mengenal rasa sakit, Ummu 'Amir bangkit lagi, menghadang musuh yang hampir semua terdiri dari kaum lelaki. Kekuatan semangatnya mengatasi "kelemahan" tubuhnya sebagai wanita.

Akhirnya, gantian salah satu putra Ummu 'Amir yang terluka, oleh karenanya Ummu 'Amir istirahat untuk membalut luka putranya. Selesai membalut luka putranya, langsung ia memerintahkan, "Bangkitlah kembali wahai putraku, bertempurlah lagi kamu." Ummu 'Amir sendiri setelah membantu membalut luka tentara lainnya, ia pun bangkit dan mengambil pedang, lantas bertempur lagi.

Nabi Muhammad SAW sangat bangga dengan keberanian "Singa betina" ini. Oleh karenanya Nabi lantas menunjukkan kepadanya, orang yang telah melukai putranya, "Itulah orang yang memarang putramu, wahai Ummu 'Amir." Wanita itu bangkit, menyerang, dan berhasil menghantamkan pedang ke betis lawannya. Melihat adegan ini, baru pertama kali Nabi Muhammad SAW tertawa sampai gigi paling belakang kelihatan. Kepada wanita ini pula akhirnya Nabi mendoakan seperti permintaan si wanita sendiri agar ia dapat berbakt kepadanya di surga nanti.

Hikmah dari Kisah Ummu 'Amir

Jihad bagi orang beriman memang sangat menjanjikan, karena tak ada balasan kecuali surga atau hidup mulia, Isy kariiman aumut syahidan. Namun, perlu dicatat bahwa jihad melawan kezaliman (nahi munkar) tak semua harus dengan perang, melainkan ada beberapa tingkatan. Pertama, melawan kezaliman dengan kekuasaan (tangan), seperti terjun dalam perang, bergabung dalam laskar jihad. Kedua, melawan kezaliman dengan ucapan, yakni mengecam kezaliman lewat seminar maupun tulisan. Ketiga, melawan kezaliman dengan diam diri, namun hati membenci kezaliman tadi. Kendati cara terakhir ini wujud dari selemah-lemahnya iman, namun ketiga cara ini sama-sama dibolehkan. Oleh karenya satu sama lain tak boleh saling menyalahkan. Satu-satunya orang atau kelompok yang patut dicaci, atau bahkan diperangi adalah mereka yang berpihak (ucapan apalagi perbuatan) kepada pelaku kezaliman.

Bagi orang yang keimanannya pada posisi tertinggi, jihad level pertama menjadi pilihan utama. Baginya tak ada yang lebih membahagiakan kecuali mati di jalan Ilahi. Baginya tak ada yang menggiurkan kecuali mendapat surga yang telah dijanjikan. Orang model ini tak lagi berkalkulasi pada kelemahan diri, karena kekuatan iman telah mampu menutupi kelemahan diri bahkan ketakutan diri, seperti diperlihatkan Ummu 'Amir tadi. Ia memang wanita, yang secara lahiriah memiliki tubuh lebih lemah dibanding tentara pria. Ia seorang tua, anak-anaknya telah dewasa, yang secara lahiriah memiliki badan lebih ringkih dibanding tentara-tentara muda. Tapi kekuatan iman telah menutupi semua kelemahan, sehingga ia tampil dengan kekuatan prima. Itulah kekuatan iman, yang daya pancarnya seperti air bah, tak mampu dibendung apalagi ditaklukkan, bahkan tak takut pada kematian.

Oleh Berbagai Sumber
Share:

Monday, June 6, 2016

Rahmat Iskandar, Tunanetra Penghafal 30 Juz Al Quran

Rahmat Iskandar, Tunanetra Penghafal 30 Juz Al Quran ~ Keterbatasan bukan menjadi halangan untuk menjadi sukses. Barangkali itulah prinsip yang dipegang teguh seorang peserta Selaksi Tilawatil Al Qur'an (STQ) asal Provinsi Lampung, Rahmat Iskandar.


Rahmat, begitu dia disapa, mengalami kebutaan sejak dini. Meski berbeda, Rahmat nyatanya menunjukkan prestasi terutama pada hafalan Al-qur'an. Pada STQ yang ke-23 ini dia turun di cabang hifzhil (menghafal) kategori 30 juz.

Saat diuji oleh Dewan Hakim, pria berusia 19 tahun ini mampu melantunkan hafalannya dengan lancar, tanpa cela.

Meski sempat diminta mengulang di Surat Annisa, Rahmat kembali melantunkan terusan ayat dalam surah itu dengan baik.

Usai menutup ujiannya, penonton di arena bertepuk tangan seraya mengucap, “Subhanallah.”

Ditemui seusai ujian, Rahmat mengaku awalnya cukup grogi. Tetapi, dia akhirnya mampu mengatasi rasa groginya itu.

“Alhamdulillah, diberi kelancaran,” ujar pria asal Lampung ini.

Menurut anggota tim pendampingnya, Noven, Rahmat memang menjadi kebanggaan bagi Lampung. Di gelaran Musabaqah Tilawatil Qur'an Nasional tahun 2015 di Batam, Kepulauan Riau, Rahmat mampu menorehkan prestasi.

“Dia  mendapat juara ke-2,” kata pria yang telah lama mengenal Rahmat ini.

Meskipun Rahmat mampu mengatasi ujian dari Dewan Hakim, Noven enggan mengungkapkan peluang  menang.

“Dalam cabang hafalan Al-qur'an ini semuanya berpeluang. Kita tidak mau menilai peserta lain.”pungkas Noven,..

“Sesunggunya kebenaran dapat menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan dan sebaliknya kebathilan dapat menjadi kuat dengan persatuan dan kekompakan.”

Oleh Eep Khunaefi
Share:

Sunday, June 5, 2016

2 Rahasia Strategi Iblis Menyesatkan Manusia serta Alasannya

Kejadian ini diungkapkan oleh Iblis pada zamannya Nabu Nuh as. Nabi Nuh as adalah salah satu Nabi yang dianugerahi usia yang panjang. Sepanjang hidupnya, ia telah melihat banyak karakter manusia.

Salah satunya adalah golongan manusia yang kerap ingkar kepada Allah SWT. Nabi Nuh as sangat prihatin dengan akhlak manusia yang buruk seperti itu. Karenanya, ia memohon kepada Allah SWT agar ditimpakan bencana kepada mereka. Dan Allah SWT Maha Pengabul Doa umatnya.

Allah SWT akan mengirimkan banjir bandang kepada umat Nabi Nuh as. Maka Beliau diperintahkan untuk membuat sebuah kapal besar yang sekiranya mampu untuk menampung sepasang semua makhluk hidup selain manusia dan manusia-manusia yang beriman.

Pada saat semuanya sudah masuk ke dalam kapal, ada seseorang yang mencurigakan telah menaiki kapal Nabi Nuh as. Dan ternyata orang tersebut adalah Iblis.

Iblis diperintahkan untuk keluar dari kapal, namun Iblis tak menggubrisnya. Malah Iblis berkata kepada Nabi Nuh as.

"Wahai kekasih Allah, aku menyimpan lima strategi yang dengannya aku akan boleh mencelakan umat manusia. Aku akan sebutkan padamu yang tiga, tapi menyembunyikan yang dua."


Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh as agar mendengarkan yang dua saja dan tidak usah yang tiga.
"Aku tidak tertarik dengan yang tiga, tapi sebutkan saja yang dua yang kau sembunyikan itu," kata Nabi Nuh as.

"Baiklah Nabi Nuh, aku akan berusaha membinasakan manusia dengan dua cara ini, "kata Iblis.





1. Sifat dengki.

Aku akan tanamkan sifat dengki dalam hati manusia. Alasannya karena dengki ini, aku dilaknat oleh Allah dan dijadikan sebagai setan yang terkutuk.






2.Sifat serakah.

Karena serakah, Adam menghalalkan segala makanan di surga sehingga dia dikeluarkan.

Dengan dua sifat ini, kami semua dikeluarkan dari surga. Itulah dua strategi Iblis untuk menjerumuskan manusia ke lembah kenistaan. Sedangkan tiga strategi lain akan dibahas pada edisi lain.
Share:

Saturday, June 4, 2016

Mualim, ABG Penghafal Al Quran Dari Palembang

Mualim, ABG Penghafal Al Quran Dari Palembang ~ Mualim, 15 tahun, tidak menyangka ia dapat mengkhatamkan hafalan Al-Qur'an dalam waktu singkat. Padahal, hal itu sebelumnya belum pernah terbayangkan dalam pikirannya.


Tepat pada tangal 30 Maret 2015, Mualim mampu menggenapkan hafalannya 30 juz Al-Qur'an, lengkap dan sempurna. Padahal, sebelumnya ia butuh waktu lama hanya untuk menghafal juz 30 saja.

Dalam menghafal Al-qur'an, Mualim langsung dibimbing oleh Ustadz Khoirudin dari Rumah Tahfiz Alquraniy Palembang. Khoirudin bahkan menyebut prestasi Mualim sebagai rekor baru lantaran bisa selesai dalam waktu dua tahun.

“Sepertinya ini rekor baru. Apa yang dicapai oleh Mualim ini seharusnya menjadi pemicu sekaligus penyemangat santri-santri Rumah Tahfiz lainnya,” ujar Khoirudin

Mualim sendiri mengaku tidak memiliki trik khusus dalam menghafal Al-qur'an. Ia hanya mengikuti arahan dari Khoirudin.

“Alhamdulillah, ustadz Khoirudin selalu memberikan motivasi kepada para santrinya. Kami semua sangat senang dengan apa yang diajarkannya,” ungkap Mualim.

Lebih lanjut, Mualim mengaku merasakan kebahagiaan tersendiri setelah mampu menghafal seluruh isi Alqur'an.

Menurut dia, apa yang telah diraihnya mampu membahagiakan orang tua dan gurunya.

“Saya tidak akan berhenti di sini. Saya akan terus belajar Al-qur'an semaksimal mungkin,” ungkapnya  yang dia tuliskan dalam selembar kertas.........!!!!!

Oleh Eep Khunaefi
Share:

Vera Verinak, Wanita Pertama Penghafal Al Quran Dari Ukraina

Dunia Nabi ~ Vera Verinak, Wanita Pertama Penghafal Al Quran Dari Ukraina ~ Setelah memantapkan diri menjadi muslimah 17 tahun yang lalu, Vera Verinak menjadi penghafal Al-Qur'an perempuan pertama asal Ukraina.


“Sebelumnya saya telah belajar Bahasa Arab. Saya sering menulis ayat dan mengartikannya agar mudah dipahami dan diingat,” kata perempuan yang berusia 35 tahun tersebut kepada Aljazeera.

“Memang butuh waktu yang lama sejak saya baru masuk universitas, sebelum saya sibuk dengan urusan rumah tangga dan pekerjaan.”

Vera mengatakan dia awalnya tidak berharap bisa menghafalkan seluruh Al-Qur'an, terutama setelah melihat ada hambatan bahasa dan kurangnya waktu untuk mempelajarinya. Belajar bahasa Arab telah banyak membantu Vera untuk menghafal Al-Qur'an.

“Setelah belajar bahasa Arab, Islamic Center di Kiev membuat sebuah jadwal untuk membantu saya menghafal Al-Qur'an hanya waktu 9 bulan,” Vera menjelaskan proses dirinya mampu menghafal Al-Qur'an.

Setelah berhasil mewujudkan mimpinya menghafal Al-Qur'an, Vera berkeinginan untuk mengajarkan perempuan muslim lainnya tentang Al-Qur'an dan berdakwah kepada non muslim.

Vera, yang berhasil mengajak lima saudara dan ibunya memeluk agama Islam, telah banyak membantu para pemuda yang ingin belajar tentang agama Islam.

Seorang gadis remaja Ukraina, Jana, mengatakan dia memutuskan untuk memeluk agama Islam setelah bertemu dengan Vera yang meyakinkannya bahwa Islam adalah agama sekaligus jalan hidup.

Pada tahun 2012, diperkirakan 500.000 muslim tinggal di Ukraina dan sekitar 300.000 diantaranya dari suku Tatar Krimea.

Menurut Majelis Ulama Ukraina, ada 2 juta Muslim di seluruh Ukraina pada tahun 2009......!!!!!!!!

Oleh Eep Khunaefi
Share:

Friday, June 3, 2016

Fatih, Penghafal Al Quran Ganteng Dari Amerika

Fatih, Penghafal Al Quran Ganteng Dari Amerika ~ Fatih Seferagic. Dialah penghafal Al-Qur'an muda dari Amerika Serikat. Nama pemuda berwajah rupawan ini sudah kondang ke berbagai negara. Dia dikenal bersuara bagus saat melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an.


Usia Fatih masih belia. Dia lahir di Jerman pada tanggal 1 Maret 1995. Saat berusia 4 tahun, Fatih dan keluarganya pindah ke Amerika Serikat. Mereka menetap di Houston, Texas.

Fatih mulai belajar menghafal Al-Qur'an pada usia 9 tahun. Dia belajar di Islamic Society of Baltimore, Maryland, di bawah asuhan Syaikh Qari Zahid dan Qari Abid. Menempa diri selama tiga tahun, akhirnya Fatih berhasil menghafal seluruh ayat Al-Qur'an.

Sudah menghafal Al-Qur'an pada usia 12 tahun, tak membuat Fatih berpuas diri. Dia terus menuntut ilmu agama dengan menghafal hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. Pada tahun 2010, dia masuk ke Bayyinah Dream Program untuk belajar bahasa  Arab.

Fatih tak hanya cemerlang dalam ilmu agama. Dalam kehidupan sosial pun dia aktif, termasuk ikut sejumlah organisasi. Dia menjadi ketua Remaja Masjid Shaykh Yasir Birjas di Dallas, Texas. Tak hanya itu, Fatih juga bergabung sebagai penulis dalam situs Islam yang membahas permasalahan remaja, Muslim Youth Musing.

Sebagai remaja, Fatih juga memiliki akun di media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Tahun lalu, pengikut Twitternya sudah puluhan ribu. Sementara, akun Facebooknya, per-Jum'at 8 Agustus 2014, sudah diikuti oleh 301.653 orang. Melalui akun media sosial itulah Fatih berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai penjuru dunia.

Kemampuan Fatih yang luar biasa dalam membaca dan menghafal Al-qur'an sudah banyak diunggah ke laman Youtube. Video-video yang diunggah itu telah dilihat oleh ratusan ribu pengunjung laman berbagai video tersebut......!!!!!!!

Oleh Eep Khunaefi
Share:

Thursday, June 2, 2016

Bocah Amerika Jadi Penghafal Al Quran Terbaik Dunia

Bocah Amerika Jadi Penghafal Al Quran Terbaik Dunia ~ Saat mendengar berita adanya seorang pria yang menjadi hafiz atau penghafal Al-Qur'an mungkin sudah biasa bagi kalian semuanya. Pasalnya, di Indonesia sampai ada acara reality show tentang serang Hafiz.


Namun hal ini akan menjadi luar biasa jika penghafal Al-Qur'an atau Hafiz tersebut adalah seorang bocah yang bukan berasal dari negara yang bernotabene berpenduduk mayoritas Negara Islam atau beragama Islam.

Inilah yang saat ini dirasakan oleh pemuda tampan asal USA (Amerika Serikat) yang mana pemuda ini tumbuh dilingkungan yang mayoritas bukan pemeluk Agama Islam. Namun uniknya pemuda yang masih berusia 14 tahun ini sudah bisa membuktikan diri sebagai seorang Hafiz.

Hamzah Alhabashy, itulah nama pemuda penghafal Al-Qur'an asal Amerika Serikat, ini yang telah resmi mendapatkan gelar Hafiz Qur'an terbaik yang di adakan di Dubai pada tahun 2015. Kini Hamzah Alhabashy mulai dikenal banyak orang di dunia. Videonya pun kini ramai di perbincangkan banyak netizen setelah Video dirinya diunggah oleh pemilik akun “Ahmad Hayadin Salafi.”

Suara Hamzah Alhabashy ketika membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an begitu merdu dan sangat fasih, tak aneh bila video rekaman ini mendapatkan banyak pujian dari para netizen.

Oleh Eep Khunaefi
Share: