Thursday, February 22, 2018

JANGAN MALU MENAGIH HUTANGMU



INFO MEKKAH ~ Dari Abu Qotaadah radhiallahu 'anhu :

...فَقَامَ رَجُلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ، تُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَعَمْ، إِنْ قُتِلْتَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ، مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ»، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَيْفَ قُلْتَ؟» قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَعَمْ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ، مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ، إِلَّا الدَّيْنَ، فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ لِي ذَلِكَ»

"…Lalu terdapat seorang lelaki berdiri dan menyampaikan, "Wahai Rasulullah, bagaimana apabila saya terbunuh pada jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan tertebuskan?". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengungkapkan, "Iya, bila engkau  tewas berjihad di jalan Allah dan kamu dalam kondisi bersabar & berharap, maju & nir mundur".
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan, "Bagaimana yang kau katakan?". Lelaki itu mengatakan, "Bagaimana, bila saya terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosa tertebuskan?". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan, "Iya, & kamu pada syarat bersabar & berharap, maju dan tidak mundur, Kecuali Hutang, sesungguhnya Jibril berkata hal itu kepadaku" (HR Muslim no 1885)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda

الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللهِ يُكَفِّرُ كُلَّ شَيْءٍ، إِلَّا الدَّيْنَ

"Terbunuh di jalan Allah menghapuskan seluruhnya kecuali hutang" (HR Muslim no 1886)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا الدَّيْنَ فَفِيهِ تَنْبِيهٌ عَلَى جَمِيعِ حُقُوقِ الْآدَمِيِّينَ وَأَنَّ الْجِهَادَ وَالشَّهَادَةَ وَغَيْرَهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ لَا يُكَفِّرُ حُقُوقَ الْآدَمِيِّينَ وَإِنَّمَا يُكَفِّرُ حُقُوقَ اللَّهُ تَعَالَى

"Adapun sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (Kecuali Hutang) maka sebagai peringatan atas semua hak-hak orang lain, dan bahwasanya jihad & mangkat  syahid serta amalan kebajikan yg lain tidaklah menebus hak-hak orang lain, hanyalah menebus hak-hak Allah ta'aala" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 13/29)

apabila amalan yang sangat hebat misalnya jihad ternyata tidak sanggup menggugurkan dosa tidak membayar hutang, maka bagaimana lagi dengan amalan-amalan yang rendah dibawah jihad??

Dari Salamah bin al-Akwa' radhiallahu 'anh

أن النبي صلى الله عليه وسلم أتي بجنازة ليصلي عليها فقال هل عليه من دين قالوا لا فصلى عليه ثم أتي بجنازة أخرى فقال هل عليه من دين قالوا نعم قال صلوا على صاحبكم قال أبو قتادة علي دينه يا رسول الله فصلى عليه

"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alahi wa sallam didatangkan pada beliau jenazah, maka beliau menyampaikan, "Apakah dia memiliki hutang?". Mereka mengatakan, "Tidak". Maka Nabipun menyolatkannya. Lalu didatangkan janazah yang lain, maka Nabi shallallahu 'alahi wa sallam berkata, "Apakah ia mempunyai hutang?", mereka mengatakan, "Iya", Nabi mengungkapkan, "Sholatkanlah saudara kalian". Abu Qotadah berkata, "Aku yang menanggung hutangnya wahai Rasulullah". Maka Nabipun menyolatkannya" (HR Al-Bukhari no 2295)

Dalam riwayat yg lain :

فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا لَقِيَ أَبَا قَتَادَةَ يَقُولُ مَا صَنَعَتِ الدِّينَارَانِ حَتَّى كَانَ آخِرَ ذَلِكَ أَنْ قَالَ قَدْ قَضَيْتُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْآنَ حِينَ بَرَّدْتَ عَلَيْهِ جِلْدَهُ

"Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam setiap bertemu menggunakan Abu Qitaadah Nabi mengatakan kepadanya, "Bagaimana dengan 2 dinar (yaitu yg menjadi tanggungan Abu Qotadah atas mayat)?". Hingga akhirnya Abu Qotaadah menyampaikan, "Aku sudah membayarnya wahai Rasulullah!". Nabi mengungkapkan, "Sekarang kamu telah mendinginkan kulitnya" (HR Al-Hakim, & dishahihkan sang dia dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan dihasankan sang Syaikh Al-Albani)

Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan :

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ إِشْعَارٌ بِصُعُوبَةِ أَمْرِ الدَّيْنِ وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي تَحَمُّلُهُ إِلَّا مِنْ ضَرُورَةٍ

"Dan dalam hadits peringatan akan beratnya permasalan hutang, dan bahwasanya tidak sepantasnya seorang berhutang kecuali dalam syarat darurat" (Fathul Baari 4/468)


Hal ini mengingatkan kepada kita bahwa jangan pernah meremehkan amanah & hutang. Berikut beberapa kasus yang mungkin perlu diperhatikan :


Pertama : Jangan pernah "pekewuh" (merasa nir lezat  ) kepada orang yg hendak meminjam uang dari kita, buat mencatat hutang tersebut. Lantaran mencatat hutang merupakan sunnah yang ditinggalkan. Padahal ayat yg terpanjang pada al-Qur'an merupakan tentang pencatatan hutang, Allah berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, bila engkau  bermu'amalah nir secara tunai buat ketika yang dipengaruhi, hendaklah engkau  menuliskannya. & hendaklah seseorang penulis pada antara engkau  menuliskannya menggunakan sahih. & janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, & hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), & hendaklah beliau bertakwa kepada Allah Tuhannya, & janganlah dia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yg lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak sanggup mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. & persaksikanlah menggunakan dua orang saksi menurut orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada 2 oang lelaki, Maka (boleh) seseorang lelaki dan dua orang wanita dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya bila seseorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah engkau  jemu menulis hutang itu, baik kecil juga akbar sampai batas waktu membayarnya. Yg demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian & lebih dekat pada tidak (mengakibatkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali apabila mu'amalah itu perdagangan tunai yg engkau  jalankan pada antara kamu, Maka nir ada dosa bagi kamu, (jika) kamu nir menulisnya. Dan persaksikanlah jika engkau  berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Apabila kamu lakukan (yg demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah pada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu" (QS Al-Baqoroh : 282)


Kedua : Dengan mencatat hutang piutang maka akan mendatangkan kemaslahatan.

- Dengan mencatat piutang, apabila kita meninggal, piutang tersebut akan dimanfaatkan oleh ahli waris kita, sebagai akibatnya dimasukkan pada harta warisan

- Dengan mencatat hutang, bila kita tewas maka ahli waris kita akan melunasi hutang kita menurut harta peninggalan kita, atau ada kerabat, atau sahabat, atau orang lain yang mau berkorban melunasi hutang kita. Tentunya hal ini akan sangat mengurangi beban kita pada akhirat


Ketiga : Jangan pernah malu buat menagih hutang. Justru kalau kita sayang pada orang yg berhutang maka hendaknya kita menagih hutang tadi darinya. Karena jikalau kita malu menagih hutang sanggup mengakibatkan kemudorotan bagi kita & juga baginya, antara lain :

- Kita jadi dongkol terus apabila bertemu menggunakan beliau, bahkan mampu jadi kita terus akan menggibahnya lantaran kedongkolan tadi, padahal kita sendiri memalukan buat menagih hutang tadi.

- Jika kita membiarkan beliau berhutang hingga mati global maka ini tentu akan memberi kemudorotan kepadanya pada akhirat kelak


Keempat : Ingatlah…, jika hutang tidak dibayar pada global maka akan dibayar di akhirat menggunakan pahala, padahal dalam hari tadi setiap kita sangat butuh menggunakan pahala buat memperberat timbangan kebaikan kita. Hari akhirat tidak terdapat dinar dan nir ada dirham buat membayar hutang kita !!


Kelima : Jangan pernah meremehkan hutang meskipun sedikit. Bisa jadi pada mata kita hutang 100 ribu rupiah merupakan jumlah yg sedikit, akan tetapi di mata penghutang adalah nominal yang berharga dan dia nir ridho pada kita apabila nir dibayar, lantas dia akan menuntut di hari kiamat.


Keenam : Jangan pernah berhusnudzon kepada penghutang. Jangan pernah mengungkapkan : "Saya nir usah bayar hutang aja, dia nir pernah menagih kok, mungkin dia telah ikhlaskan hutangnya"



Ketujuh : apabila punya kemampuan buat membayar hutang maka jangan pernah menahan-nunda. Sebagian kita terpesona untuk membeli barang-barang yang terkadang kurang dibutuhkan, sehingga akhirnya uang yang seharusnya buat bayar hutang digunakan buat membeli barang-barang tersebut, akhirnya hutang tidak jadi dibayar.


Kedelapan : Jangan menunggu ditagih dulu baru membayar hutang, lantaran mampu jadi pemilik piutang membuat malu buat menagih, atau bisa jadi dia tidak menagih akan tetapi mengeluhkanmu pada Allah.

نَامَتْ عُيُوْنُكَ وَالْمَظْلُوْمُ مُنْتَبِهُ يَدْعُو عَلَيْكَ وَعَيْنُ اللهِ لَمْ تَنَم

"Kedua matamu tertidur ad interim orang yang engkau  dzolimi terjaga…
Ia mendoakan kecelakaan untukmu, & mata Allah tidaklah pernah tidur"


Kesembilan : Berhutang kepada orang lain –apabila memang mendesak- bukanlah perkara yg tercela. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mangkat  dalam kondisi mempunyai hutang pada seseorang Yahudi lantaran menggadaikan baju perang beliau??

Dari Aisyah radhiallahu 'anhaa

أن النبي صلى الله عليه وسلم اشترى من يهودي طعاما إلى أجل معلوم وارتهن منه درعا من حديد

"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan menurut seseorang yahudi dengan berhutang & beliau menggadaikan baju perangnya berdasarkan besi" (HR Al-Bukhari no 2252 dan Muslim no 1603)

Akan namun perhatikanlah…, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah berhutang kecuali pada kondisi terdesak…buat membeli makanan !!!., bukan buat membeli perkara-masalah yg nir mendesak !!.

Lalu lihatlah…Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah berhutang kecuali karena memang beliau sudah nir punya sesuatupun yg mampu dipakai buat membeli makanan, sampai akhirnya yg digadaikan merupakan baju perang beliau??.


Kesepuluh : apabila seorang harus berhutang maka perbaiki niatnya, bahwasanya beliau akan mengmbalikan hutangnya tersebut, agar ia dibantu sang Allah.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan ;

من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه ومن أخذ يريد إتلافها أتلفه الله

"Barang siapa yang merogoh harta manusia/orang lain dengan niat buat mengembalikannya maka Allah akan menunaikannya. Akan namun barangsiapa yang mengambil harta orang lain dengan niat buat merusaknya maka semoga Allah merusaknya" (HR Al-Bukhari no 2387)


Kesebelas : apabila merasa tidak sanggup membayar hutang pada ketika dekat maka janganlah hingga dia berjanji dusta  pada penghutang. Sering kali hutang menyeret seorang buat mengucapkan janji-janji bohong, padahal dusta  adalah dosa yg sangat jelek


Kedua belas : Jika seseorang telah berusaha buat membayar hutang namun ia permanen saja tidak bisa, maka semoga beliau diampuni sang Allah.

Al-Qurthubi rahimahullah berkata:

لكن هذا كله إذا امتنع من أداء الحقوق مع تمكنه منه، وأما إذا لم يجد للخروج من ذلك سبيلاً فالمرجو من كرم الله تعالى إذا صدق في قصده وصحت توبته أن يرضي عنه خصومه

"Akan tetapi hal ini (nir terdapat ampunan bagi yg berhutang-pen) seluruhnya jika orang yg berhutang nir mau menunaikan hak orang lain padahal dia sanggup. Adapun orang yg tidak memiliki kemampuan buat membayar hutang, maka diperlukan dari karunia & kedermawanan Allah, jika ia jujur dalam tujuannya (untuk membayar hutang-pen) dan taubatnya sudah benar maka Allah akan mengakibatkan musuhnya (yg menaruh piutang) akan ridho kepadanya" (Dalil Al-Faalihin dua/540)

Oleh : Salman Al Bukori MA
Share:

"KISAH ISTRI SHOLEHAH...." (Berhak Untuk Dibaca…!!)



INFO MEKKAH ~ Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, dia mengatakan :

Suamiku merupakan seseorang pemuda yg gagah, semangat, rajin, ganteng , berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada ke 2 orang tuanya. Ia menikahiku dalam tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi famili-famili Arab Saudi. Aku takjub dan kagum menggunakan baktinya pada kedua orang tuanya. Aku bersyukur & memuji Allah yang sudah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri selesainya setahun pernikahan kami.

Lalu suamiku pindah kerjaan pada daerah timur Arab Saudi. Sehingga dia berangkat kerja selama seminggu (di loka kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya selesainya 3 tahun, dan putriku sudah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu lepas 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala beliau dalam perjalanan berdasarkan kota kerjanya menuju tempat tinggal   kami di Riyadh beliau mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter seorang ahli mengabarkan pada kami bahwasanya beliau mengalami kelumpuhan otak. 95 % organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku merupakan pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yg sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…

Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, & dia permanen pada kondisinya, nir terdapat perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku supaya aku  cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mangkat  otaknya, dan nir sanggup dibutuhkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku  tidak jangan lupa lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku  cerai menurut suamiku jika memang benar otaknya telah mangkat . Akan tetapi saya menolaknya, sahih-sahih saya menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia terdapat pada atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yg lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku buat mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal umurnya kurang menurut 10 tahun. Dan aku  telah mengabarkannya mengenai kondisi ayahnya yg sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, & terkadang hanya membisu diam.

Putriku merupakan seseorang yg taat beragama, ia senantiasa sholat dalam waktunya, dia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang sudah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian jua neneknya yg sangat sayang dan dekat dengannya, demikian pula kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku buat menjenguk ayahnya, dia meruqyah ayahnya, dan jua bersedekah buat kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari pada tahun 1410 H, putriku mengatakan kepadaku : Ummi biarkanlah aku  malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.


Putriku bercerita :

Aku duduk pada samping ayah, saya membaca surat Al-Baqoroh sampai selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan terdapat ketenangan pada hatiku, akupun bangun menurut tidurku kemudian aku  berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah memutuskan untukku-.

Lalu sekali lagi akupun dikuasai sang rasa kantuk, sedangkan saya masih di loka sholatku. Seakan-akan terdapat seseorang yang menyampaikan kepadaku, "Bangunlah…!!, bagaimana kamu tidur ad interim Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau  tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah nir akan menolak doa seseorang hamba pada waktu ini??"

Akupun bangun…seakan-akan aku  mengingat sesuatu yg terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (buat berdoa), & saya memandangi ayahku –ad interim kedua mataku berlinang air mata-. Aku menyampaikan pada do'saya, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini merupakan ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia sudah ditimpa penderitaan & kami sudah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman menggunakan keputusan & ketetapanMu baginya…

Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang sudah menyembuhkan nabi Ayyub berdasarkan penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa pada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus berdasarkan perut ikan paus, Engkau Yang telah berakibat barah sebagai dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku menurut penderitaannya…

Ya Allah…sesungguhnya mereka sudah menyangka bahwasanya dia nir mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan & keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…"

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.

Tiba-datang ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau ?, apa yang kau lakukan pada sini?". Akupun bangun karena bunyi tersebut, kemudian saya menengok ke kanan dan ke arah kiri, namun aku  tidak melihat seorangpun. Lalu saya kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yg bersuara tersebut adalah ayahku…

Maka akupun tak kuasa menunda diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan senang …, ad interim ayahku berusaha menjauhkan saya darinya & beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah kamu pada Allah….), kamu tidak halal bagiku…!". Maka aku  menyampaikan kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar buat segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera tiba, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.

Salah seorang dokter Amerika mengatakan –dengan bahasa Arab yang nir fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yg lain berdasarkan Mesir mengungkapkan, "Maha kudus Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kemarau…". Sementara ayahku nir mengetahui apa yang sudah terjadi, sampai akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah merupakan Penjaga Yang terbaik, & Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yg kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku  berniat buat berhenti melaksanakan sholat dhuha, saya tidak tahu apakah saya jadi mengerjakan sholat duha atau nir..??

          Sang istri menyampaikan : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya balik  lagi bagi kami sebagaimana biasnya yg saya mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu sehabis itu kamipun dianugerahi seseorang putra, Alhamdulillah kini   umurnya telah mulai masuk tahun ke 2. Maha suci Allah Yang sudah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang sudah menjaga putrinya…, Yang sudah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku sampai bisa menjadi istri yg baik bagi suamiku…meskipun ia pada keadaan koma…

Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka Allah akan menjaganya.

Jangan lupa jua buat berbakti pada ke 2 orang tua… & hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…pada tanganNya lah segala taqdir, nir terdapat seorangpun selainNya yg ikut mengatur…

Ini merupakan kisahku menjadi 'ibroh (pelajaran), semoga Allah mengakibatkan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yg merasa bahwa seluruh jalan sudah tertutup, & penderitaan sudah menyelimutinya, sebab-karena dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…

Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah menggunakan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin (SELESAI…)

          Janganlah pernah putus harapan…apabila Tuhanmu merupakan Allah…
          Cukup ketuklah pintunya menggunakan doamu yang ikhlas…
          Hiaslah do'amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
          Lalu yakinlah menggunakan pertolongan yg dekat dariNya…
Share:

TAHLILAN ADALAH BID'AH MENURUT MADZHAB SYAFI'I



INFO MEKKAH ~ Sering kita dapati sebagian ustadz atau kiyai yg berkata, "Tahlilan kok tidak boleh?, tahlilan kan ialah Laa ilaah illallahh?".

Tentunya tidak seseorang muslimpun yg melarang tahlilan, bahkan yang melarang tahlilan adalah orang yg nir diragukan kekafirannya. Akan namun yang dimaksud menggunakan kata "Tahlilan" di sini adalah acara yang dikenal sang warga  yaitu program kumpul-kumpul di rumah kematian sambil makan-makan disertai mendoakan sang mayit agar dirahmati oleh Allah.

Lebih aneh lagi jika ada yang melarang tahlilan langsung dikatakan "Dasar wahabi"..!!!

Seakan-akan pelarangan melakukan acara tahlilan merupakan bid'ah yang dicetus sang kaum wahabi !!?


Sementara para pelaku program tahlilan mengaku-ngaku bahwa mereka bermadzhab syafi'i !!!. Ternyata para ulama akbar dari madzhab Syafi'iyah telah mengingkari acara tahlilan, dan menganggap program tersebut menjadi bid'ah yg mungkar, atau minimal bid'ah yang makruh. Kalau begitu para ulama syafi'yah misalnya Al-Imam Asy-Syafii dan Al-Imam An-Nawawi & yang lainnya adalah wahabi??!!


A. Ijmak Ulama bahwa Nabi, para sahabat, & para imam madzhab tidak pernah tahlilan

Tentu sangat tidak diragukan bahwa acara tahlilan –sebagaimana program maulid Nabi & bid'ah-bid'ah yg lainnya- tidaklah pernah dilakukan sang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, nir juga para sahabatnya, nir jua para tabi'in, & bahkan nir jua pernah dilakukan oleh 4 imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, & Ahmad rahimahumullah).

Akan namun anehnya kini   acara tahlilan dalam kenyataannya seperti adalah suatu kewajiban pada pandangan sebagian warga . Bahkan adalah celaan yg akbar apabila seseorang meninggal lalu tidak ditahlilkan. Sampai-hingga terdapat yg menyampaikan, "Kamu kok nir mentahlilkan saudaramu yg mangkat ??, seperti nguburi kucing aja !!!".

          Tidaklah diragukan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah kehilangan poly saudara, karib kerabat, & pula para teman beliau yg mangkat  pada masa kehidupan beliau. Anak-anak dia (Ruqooyah, Ummu Kaltsum, Zainab, dan Ibrahim radhiallahu 'anhum) mati semasa hayati dia, akan namun tak seorangpun dari mereka yang ditahlilkan sang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apakah semuanya dikuburkan sang Nabi misalnya menguburkan kucing??.

Istri beliau yang sangat dia cintai Khodijah radhiallahu 'anhaa juga mangkat  pada masa hidup dia, akan namun sama sekali tidak beliau tahlilkan. Jangankan hari ke-tiga, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 bahkan sehari saja nir beliau tahlilkan. Demikian pula kerabat-kerabat dia yg beliau cintai mati pada masa hayati beliau, misalnya paman beliau Hamzah bin Abdil Muthholib, sepupu dia Ja'far bin Abi Thoolib, dan jua sekian banyak teman-sahabat dia yang tewas pada medan pertempuran, tidak seorangpun berdasarkan mereka yang ditahlilkan sang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

          Demikian jua bila kita berkiprah kepada zaman al-Khulafaa' ar-Roosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, & Ali) tidak seorangpun yang melakukan tahlilan terhadap saudara mereka atau sahabat-sahabat mereka yang tewas dunia.

Nah lantas apakah program tahlilan yang nir dikenal sang Nabi dan para sahabatnya, bahkan bukan adalah syari'at tatkala itu, lantas sekarang berubah statusnya sebagai syari'at yg sunnah untuk dilakukan??!!, bahkan wajib ??!! Sehingga apabila ditinggalkan maka timbulah celaan??!!

Sungguh latif perkataan Al-Imam Malik (gurunya Al-Imam Asy-Syaafi'i rahimahumallahu)

فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا لاَ يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا

"Maka kasus apa saja yg pada hari itu (dalam hari disempurnakan Agama kepada Nabi, yaitu masa Nabi dan para teman-pen) bukan merupakan perkara agama maka pada hari ini pula bukan merupakan kasus agama.”(Al-Ihkam, karya Ibnu Hazm 6/255)

Bagaimana bisa suatu perkara yg jangankan merupakan kasus kepercayaan , bahkan nir dikenal sama sekali di zaman para teman, kemudian lantas sekarang sebagai bagian dari kepercayaan  !!!



B. Yang Sunnah merupakan meringankan beban famili mayat bukan malah memberatkan

          Yang lebih tragis lagi program tahlilan ini ternyata terasa berat bagi sebagian kaum muslimin yang rendah taraf ekonominya. Yang seharusnya famili yg ditinggal meninggal dibantu, ternyata kenyataannya malah dibebani dengan acara yg berkepanjangan…biaya  terus dimuntahkan buat tahlilan…hari ke-tiga, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, hari ke-1000…

Tatkala datang informasi mengenai meninggalnya Ja'far radhiallahu 'anhu maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengungkapkan :

اِصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ مَا يُشْغِلُهُمْ

"Buatlah makanan buat keluarga Ja'far, lantaran sesungguhnya sudah tiba kepada mereka masalah yang menyibukan mereka" (HR Abu Dawud no 3132

Al-Imam Asy-Syafi'I rahimahullah mengatakan :

وَأُحِبُّ لِجِيرَانِ الْمَيِّتِ أو ذِي قَرَابَتِهِ أَنْ يَعْمَلُوا لِأَهْلِ الْمَيِّتِ في يَوْمِ يَمُوتُ وَلَيْلَتِهِ طَعَامًا يُشْبِعُهُمْ فإن ذلك سُنَّةٌ وَذِكْرٌ كَرِيمٌ وهو من فِعْلِ أَهْلِ الْخَيْرِ قَبْلَنَا وَبَعْدَنَا لِأَنَّهُ لَمَّا جاء نَعْيُ جَعْفَرٍ قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم اجْعَلُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فإنه قد جَاءَهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ

"Dan saya menyukai jika para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk menciptakan kuliner bagi famili mayat yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian oleh mayat. Lantaran hal ini merupakan sunnah & bentuk kebaikan, dan ini adalah perbuatan orang-orang baik sebelum kami & sehabis kami, karena tatkala tiba keterangan mengenai kematian Ja'far maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Buatkanlah makanan untuk famili Ja'afar, karena telah tiba pada mereka kasus yg menyibukkan mereka" (Kitab Al-Umm 1/278)



C. Argumen Madzhab Syafi'i Yang Menunjukkan makruhnya/bid'ahnya program Tahlilan

Banyak aturan-hukum madzhab Syafi'i yg menampakan akan makruhnya/bid'ahnya program tahlilan. Daintaranya :

PERTAMA : Pendapat madzhab Syafi'i yg mu'tamad (yang menjadi patokan) adalah dimakruhkan berta'ziah ke famili mayit sesudah 3 hari kematian mayit. Tentunya hal ini jelas bertentangan menggunakan acara tahlilan yang dilakukan berulang-ulang dalam hari ke-7, ke-40, ke-100, & bahkan ke-1000

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengungkapkan :






"Para teman kami (para fuqohaa madzhab syafi'i) berkata : "Dan makruh ta'ziyah (melayat) selesainya tiga hari. Lantaran tujuan menurut ta'ziah merupakan buat menenangkan hati orang yang terkena musibah, dan yg secara umum dikuasai hati telah damai setelah 3 hari, maka jangan diperbarui lagi kesedihannya. Dan inilah pendapat yg benar yang ma'ruf…." (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab lima/277)

Setalah itu al-Imam An-Nawawi mengungkapkan pendapat lain dalam madzhab syafi'i yaitu pendapat Imam Al-Haromain yg membolehkan ta'ziah setelah lewat 3 hari menggunakan tujuan mendoakan mayat. Akan namun pendapat ini diingkari sang para fuqohaa madzhab syafi'i.

Al-Imam An-Nawawi mengungkapkan :










"Dan Imam al-Haromain menghikayatkan –satu pendapat pada madzhab syafi'i- bahwasanya tidak ada batasan hari dalam berta'ziah, bahkan boleh berta'ziah sehabis 3 hari & meskipun telah lama   saat, karena tujuannya adalah buat berdoa, buat bertenaga pada bersabar, & embargo buat berkeluh kesah. Dan hal-hal ini mampu terjadi sesudah ketika yang usang. Pendapat ini dipilih (dipastikan) sang Abul 'Abbaas bin Al-Qoosh pada buku "At-Talkhiis".

Al-Qoffaal  (pada syarahnya) dan para pakar fikih madzhab syafi'i yang lainnya mengingkarinya. Dan pendapat madzhab syafi'i merupakan adanya ta'ziah akan namun tidak terdapat ta'ziah setelah tiga hari. Dan ini adalah pendapat yg dipastikan oleh mayoritas ulama.

Al-Mutawalli dan yg lainnya menyampaikan, "Kecuali bila keliru seorang nir hadir, & hadir sehabis 3 hari maka dia boleh berta'ziah"

(Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab lima/277-278)

Lihatlah dalam perkataan al-Imam An-Nawawi di atas memberitahuakn bahwasanya dalih buat mendoakan oleh mayat tidak sanggup dijadikan menjadi argument buat membolehkan program tahlilan !!!



KEDUA : Madzhab syafi'i memakruhkan sengajanya keluarga mayat berkumpul lama  -usang pada rangka mendapat tamu-tamu yg berta'ziyah, akan namun hendaknya mereka segera pergi dan mengurusi kebutuhan mereka.

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengungkapkan :














"Adapun duduk-duduk buat ta'ziyah maka Al-Imam Asy-Syafi'i menashkan (menyatakan) & juga sang penulis al-Muhadzdzab dan seluruh pakar fikih madzhab syafi'i akan makruhnya hal tersebut…

Mereka (para ulama madzhab syafi'i) berkata : Yang dimaksud menggunakan "duduk-duduk buat ta'ziyah" adalah para famili mayat berkumpul pada tempat tinggal   kemudian orang-orang yg hendak ta'ziyah pun mendatangi mereka.

Mereka (para ulama madzhab syafi'i) mengatakan : Akan namun hendaknya mereka (keluarga mayat) pergi buat memenuhi kebutuhan mereka, maka barang siapa yg bertemu mereka memberi ta'ziyah kepada mereka. Dan hukumnya tidak tidak sama antara lelaki dan perempuan   dalam hal dimakruhkannya duduk-duduk untuk ta'ziyah…"

Al-Imam Asy-Syafi'i mengatakan pada buku "Al-Umm" :

"Dan aku  benci al-maatsim yaitu berkumpulnya orang-orang (pada rumah keluarga mayat –pen) meskipun mereka tidak menangis. Karena hal ini hanya memperbarui kesedihan, dan membebani pembiayayan….". Ini merupakan lafal nash (pernyataan) Al-Imam Asy-syafi'i pada buku al-Umm. Dan dia diikuti sang para pakar fikih madzhab syafi'i.

Dan penulis (kitab   al-Muhadzdzab) dan yg lainnya juga berdalil buat pendapat ini dengan dalil yg lain, yaitu bahwasanya contoh misalnya ini adalah muhdats (bid'ah)" (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab lima/278-279)

Sangat jelas berdasarkan pernyataan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ini bahwasanya para ulama madzhab syafi'i memandang makruhnya berkumpul-kumpul di tempat tinggal   keluarga mayat lantaran terdapat 3 alasan :

(1) Hal ini hanya memperbarui kesedihan, karenanya dimakruhkan berkumpul-kumpul meskipun mereka tidak menangis

(dua) Hal ini hanya menambah porto

(tiga) Hal ini adalah bid'ah (muhdats)



KETIGA : Madzhab syafi'i memandang bahwa perbuatan keluarga mayat yg membuat makanan agar orang-orang berkumpul pada rumah keluarga mayat merupakan masalah bid'ah

Telah kemudian penukilan perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah :

وَأُحِبُّ لِجِيرَانِ الْمَيِّتِ أو ذِي قَرَابَتِهِ أَنْ يَعْمَلُوا لِأَهْلِ الْمَيِّتِ في يَوْمِ يَمُوتُ وَلَيْلَتِهِ طَعَامًا يُشْبِعُهُمْ فإن ذلك سُنَّةٌ وَذِكْرٌ كَرِيمٌ وهو من فِعْلِ أَهْلِ الْخَيْرِ قَبْلَنَا وَبَعْدَنَا لِأَنَّهُ لَمَّا جاء نَعْيُ جَعْفَرٍ قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم اجْعَلُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فإنه قد جَاءَهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ

"Dan aku  menyukai apabila para tetangga mayat atau para kerabatnya buat membuat makanan bagi keluarga mayat yg mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat. Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang baik sebelum kami & sehabis kami, karena tatkala datang berita tentang kematian Ja'far maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Buatkanlah makanan buat keluarga Ja'afar, lantaran sudah datang pada mereka perkara yang menyibukkan mereka" (Kitab Al-Umm 1/278)

Akan namun jika ternyata para wanita dari keluarga mayat berniahah (menyesali) sang mayat maka para ulama madzhab syafi'i memandang nir boleh membuat makanan buat mereka (keluarga mayat).

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengungkapkan :











Para teman kami (para ahli fikih madzhab syafi'i) rahimahullah berkata, "Jika seandainya para perempuan   melakukan niahah (meratapi sang mayat pada tempat tinggal   famili mayat-pen) maka nir boleh membuatkan makanan bagi mereka. Karena hal ini merupakan bentuk membantu mereka pada bermaksiat.

Penulis kitab   as-Syaamil dan yg lainnya berkata : "Adapun famili mayat menciptakan kuliner dan mengumpulkan orang-orang buat makan kuliner tersebut maka nir dinukilkan sama sekali dalilnya, & hal ini merupakan bid'ah, nir mustahab (tidak disunnahkan/nir dianjurkan)".

Ini merupakan perkataan penulis asy-Syaamil. Dan argumen buat pendapat ini adalah hadits Jarir bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia mengatakan, "Kami memandang berkumpul pada rumah famili mayat dan membuat kuliner sehabis dikuburkannya mayat termasuk niyaahah". Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Maajah menggunakan sanad yang shahih" (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab 5/290)



D. Fatwa para ulama 4 madzhab pada kota Mekah akan bid'ahnya tahlilan

Diantara para ulama madzhab syafi'i lainnya yg menyatakan dengan tegas akan bid'ahnya tahlilan merupakan :

Dalam buku Hasyiah I'aanat at-Thoolibin, Ad-Dimyaathi berkata :











"Aku telah melihat pertanyaan yg ditujukan kepada para mufti kota Mekah tentang makanan yg dibuat sang famili mayat & jawaban mereka mengenai hal ini.

(Pertanyaan) : Apakah pendapat para mufti yg mulia di tanah haram –semoga Allah senantiasa menjadikan mereka bermanfaat bagi manusia sepanjang hari- tentang tradisi spesifik orang-orang yg tinggal pada suatu negeri, yaitu bahwasanya apabila seseorang sudah berpindah ke daarul jazaa' (akhirat) dan orang-orang kenalannya dan tetangga-tetangganya menghadiri ta'ziyah (melayat) maka telah berlaku tradisi bahwasanya mereka menunggu (dihidangkannya) kuliner. Dan karena rasa malu yang meliputi famili mayat maka merekapun bersusah payah buat menyiapkan berbagai makanan buat para tamu ta'ziyah tersebut. Mereka menghadirkan kuliner tersebut buat para tamu dengan susah payah. Maka apakah bila kepala pemerintah yang lembut dan afeksi kepada rakyat melarang sama sekali tradisi ini agar mereka balik  kepada sunnah yg mulia yg diriwayatkan berdasarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dimana  beliau berkata, "Buatkanlah kuliner buat keluarga Ja'far", maka sang ketua pemerintahan ini akan mendapatkan pahala karena pelarangan tersebut?. Berikanlah jawaban dengan tulisan & dalil !!"

Jawaban :














"Segala puji hanya milik Allah, & semoga shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, & para pengikutnya setelahnya. Ya Allah saya meminta kepadMu petunjuk kepada kebenaran.

Benar bahwasanya apa yg dilakukan sang warga  berupa berkumpul di famili mayat & pembuatan makanan merupakan bid'ah yg munkar yg pemerintah diberi pahala atas pelarangannya ….












Dan tidaklah diragukan bahwasanya melarang rakyat menurut bid'ah yg mungkar ini, padanya ada bentuk menghidupkan sunnaah dan mematikan bid'ah, membuka poly pintu kebaikan & menutup banyak pintu keburukan. Karena rakyat sahih-benar bersusah payah, yang hal ini mengantarkan pada pembuatan makanan tadi hukumnya haram. Wallahu a'lam.

Ditulis sang : Yang mengharapkan ampunan menurut Robnya : Ahmad Zainy Dahlan, mufti madzhab Syafi'iyah pada Mekah"

Adapun jawaban Mufti madzhab Hanafiyah pada Mekah sbb :














"Benar, pemerintah (waliyyul 'amr) menerima pahala atas pelarangan rakyat berdasarkan perbuatan-perbuatan tersebut yang merupakah bid'ah yang buruk dari mayoritas ulama….

Penulis Raddul Muhtaar mengatakan, "Dan dibenci famili mayat menjamu menggunakan makanan karena hal itu merupakan bentuk permulaan dalam kegembiraan, dan hal ini merupakan bid'ah"…

Dan dalam al-Bazzaaz : "Dan dibenci menyediakan kuliner dalam hari pertama, hari ketiga, dan sesudah seminggu, serta memindahkan makanan ke kuburan dalam saat trend-demam isu dst"…

Ditulis sang pelayan syari'at dan minhaaj : Abdurrahman bin Abdillah Sirooj, Mufti madzhab Hanafiyah di Kota Mekah Al-Mukarromah…

Ad-Dimyathi mengungkapkan : Dan telah menjawab semisal dua jawaban di atas Mufti madzhab Malikiah dan Mufti madzhab Hanabilah" (Hasyiah I'aanat at-Thoolibin 2/165-166)



Penutup

Pertama : Mereka yang masih bersikeras melaksanakan acara tahlilan mengaku bermadzhab syafi'iyah, akan namun ternyata para ulama syafi'iyah membid'ahkan program tahlilan !!. Lantas madzhab syafi'iyah yg manakah yang mereka ikuti ??

(silahkan baca juga : http://hijrahdarisyirikdanbidah.Blogspot.Com/2010/06/tahlilan-dalam-pandangan-nu.Html)

Kedua :  Para ulama sudah ijmak bahwasanya mendoakan mayat yg telah mati berguna bagi oleh mayat. Demikian pula para ulama telah berijmak bahwa sedekah atas nama oleh mayat akan sampai pahalanya bagi oleh mayat. Akan namun kesepakatan  para ulama ini tidak mampu dijadikan dalil buat melegalisasi acara tahlilan, karena meskipun mendoakan mayat disyari'atkan & bersedakah (dengan memberi kuliner) atas nama mayat disyari'atkan, akan namun kaifiyat (rapikan cara) tahlilan inilah yang bid'ah yg diada-adakan yg tidak dikenal oleh Nabi & para sahabatnya. Kreasi tata cara inilah yg diingkari oleh para ulama syafi'iyah, selain adalah kasus yg muhdats juga bertentangan dengan nas (dalil) yang tegas :

-         Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu : "Kami memandang berkumpul di rumah keluarga mayat & membuat makanan setelah dikuburkannya mayat termasuk niyaahah". Diriwayatkan sang Ahmad bin Hambal & Ibnu Maajah menggunakan sanad yg shahih"

-         Berlawanan menggunakan sunnah yg jelas buat menyebarkan kuliner bagi famili mayat pada rangka meringankan beban mereka

Bid'ah sering terjadi menurut sisi kayfiyah (rapikan cara). Karenanya kita sepakat bahwa adzan merupakan hal yang baik, akan tetapi apabila dikumandangkan tatkala sholat istisqoo, sholat gerhana, sholat 'ied maka ini adalah hal yg bid'ah. Kenapa?, lantaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabatnya nir pernah melakukannya.

Demikian pula bahwasanya membaca ayat al-kursiy sanggup mengusir syaitan, akan tetapi apabila ada seseorang lantas setiap kali keluar menurut masjid selalu membaca ayat al-kursiy menggunakan dalih untuk mengusir syaitan karena di luar masjid poly syaitan, maka kita katakan hal ini merupakan bid'ah. Kenapa?, lantaran kaifiyyah & rapikan cara misalnya ini nir pernah dilakukan oleh Nabi & para sahabatnya.

Ketiga : Kalau kita boleh menganalogikan lebih jauh maka bisa kita katakan bahwasanya orang yg nekat buat mengadakan tahlilan menggunakan alasan buat mendoakan mayat & menyedekahkan makanan, kondisinya sama misalnya orang yg nekat sholat sunnah pada ketika-saat terlarang. Meskipun ibadah sholat sangat dicintai sang Allah, akan namun Allah telah melarang melaksanakan sholat pada saat-saat terlarang.

Demikian juga berkumpul-kumpul di tempat tinggal   famili kematian dan bersusah-susah menciptakan kuliner buat para tamu bertentangan dan bertabrakan dengan dua perkara pada atas:

-         Sunnahnya mengembangkan makanan buat keluarga mayat

-         Dan hadits Jarir bin Abdillah mengenai berkumpul-kumpul di keluarga mayat termasuk niyaahah yang tidak boleh.

Keempat : Untuk berbuat baik kepada oleh mayat maka kita bisa menempuh cara-cara yang disyari'atkan, sebagaimana sudah lalu. Diantaranya adalah mendoakannya kapan saja –tanpa wajib  program khusus tahlilan-, dan juga bersedakah kapan saja, berkurban atas nama mayat, menghajikan & mengumrohkan oleh mayat, dll.

Adapun mengirimkan pahala bacaan Al-Qur'an maka hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Dan pendapat yg dipilih sang Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah bahwasanya mengirimkan pahala bacaan al-Qur'an nir akan hingga bagi sang mayat.

Kelima : Kalaupun kita memilih pendapat ulama yang menyatakan bahwa mengirim bacaan al-qur'an akan hingga pada mayat, maka kita berusaha agar kita atau famili yang mengirimkannya, ataupun orang lain adalah orang-orang yg jujur.

Adapun menyewa para pembaca al-Qur'an yang telah siap siaga di pekuburan menanti kedatangan para peziarah kuburan buat membacakan al-quran dan mengirim pahalanya maka hendaknya dihindari lantaran :

-         Tidak disyari'atkan membaca al-Qur'an pada kuburan, lantaran kuburan bukanlah loka ibadah sholat dan membaca al-Qur'an

-         Jika ternyata terjadi tawar menawar harga menggunakan para tukang baca tadi, maka hal ini merupakan indikasi akan ketidak ikhlasan para pembaca tersebut. Dan apabila keikhlasan mereka dalam membaca al-qur'an sangat-sangat diragukan, maka kelazimannya pahala mereka juga sangatlah diragukan. Jika pahalanya diragukan lantas apa yg mau dikirimkan pada oleh mayat??!!

-         Para pembaca sewaan tersebut umumnya membaca al-Qur'an dengan sangat cepat lantaran mengejar & memburu korban penziarah berikutnya. Jika bacaan mereka terlalu cepat tanpa memperhatikan tajwid, apalagi merenungkan maknanya, maka tentu pahala yg diperlukan sangatlah minim. Terus apa yg mau dikirimkan pada oleh mayat ??!!
Share: