Thursday, October 20, 2011

Namimah, Mengadu Domba

Namimah adalah mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta yang menyulut api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia.

Allah Subhanahu wata'ala mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firmanNya :

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambar fitnah: (Al Qalam : 10-11).

Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah Radhiallahu’anhu disebutkan :

“Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba] [HR Al Bukhari, lihat Fathul Bari :10/472].

Dalam An Nihayah karya Ibnu Katsir 4/11 disebutkan : “ Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba”.

Ibnu Abbas meriwayatkan :

“(suatu hari) Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun Madinah, tiba-tiba beliau mendengar dua orang yang disiksa dalam kuburnya, lalu Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : ”Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya) –lalu bersabda– benar (dalam sebuah riwayat disebutkan: padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar) seorang diantaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba” (HR Al Bukhari, Fathul Bari :1/317).

Di antara bentuk Namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan terhadap seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak hubungan suami istri tersebut. Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan maksud untuk menfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram.
Share:

Saturday, October 15, 2011

Hukum Menggunjing dalam Islam (Ghibah)


Bahaya Ghibah
Dalam banyak pertemuan di majlis, sering kali yang dijadikan hidangannya adalah menggunjing (membicarakan orang lain). Padahal Allah Subhanahu wata’ala melarang hal tersebut, dan menyeru agar segenap hamba menjahuinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang amat kotor dan menjijikkan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik dengannya” (Al Hujurat : 12)

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam menerangkan makna ghibah (menggunjig) dengan sabdanya :

“Tahukah kalian apakah ghibah itu? Mereka menjawab : Allah dan RasulNya yang mengetahui. Beliau bersabda : Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya, ditanyakan : “Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu (memang)  terdapat pada saudaraku ? beliau menjawab : jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu maka engkau talah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta padanya” (HR Muslim : 4/2001)

jika ghibah  adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan), baik dalam soal keadaan jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, Akhlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranyapun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-olok.


Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Hal itu dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :

Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri) dan yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormayan saudaranya” (As Silsilah Ash Shahihah : 1871).

Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjingkan orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya :

“barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak api Neraka dari wajahnya” (HR Ahmad : 6/450, Shahihul Jami’ : 6238).
Share:

Friday, October 14, 2011

Pandangan Islam tentang Kesaksian Palsu


Jaga Lisan
Kesaksian palsu pada saat ini seakan-akan merupakan hal yang biasa saja, padahal suatu kesaksian palsu merupakan salah satu dosa besar. Berapa banyak orang-orang yang berdusta dalam kesaksiannya. Tidakkah mereka tahu ataukah mereka pura-pura tidak mengetahuinya? Berikut keterangan lebih jelas tentang pandangan islam mengenai kesaksian palsu berdasarkan dalil-dalil Alquran dan Sunnah.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
 “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia” (Al Hajj: 30-31).
 Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abi Bakrah Radhiallahu’anhu dari ayahnya, ia berkata, “Kami sedang berada di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam  lalu beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda : “Maukah, aku kabarkan kepada kalian tentang tiga dosa besar ? (tiga kali) yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua,” (ketika beliau bersender, kemudian beliau duduk dan berkata) : ketahuilah, dan perkataan dosa (Kesaksian palsu).” Ia berkata : “dan Rasulullah masih terus mengulang-ngulangnya sehingga kami berkata : “sekiranya beliau diam” (HR Al Bukhari, Fathul Bari : 5/261).
 Berulang-ulangnya peringatan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tentang kesaksian palsu tersebut karena banyak orang yang meremehkannya. Di samping banyak faktor yang mengakibatkan kesaksian palsu, misalnya karena permusuhan, dengki, dan sebagainya. Juga karena kesaksian palsu mengakibatkan berbagai bentuk kerusakan di muka bumi. Berapa banyak orang yang kehilangan hak-haknya karena kesaksian palsu, berapa banyak pula penganiayaan menimpa orang-orang yang tidak berdosa di sebabkan kesaksian palsu, atau seseorang mendapatkan sesuatu yang bukan haknya, atau dinisbatkan kepada nasab yang bukan nasabnya. Semua itu disebabkan karena kesaksian palsu.
Termasuk menganggap enteng masalah ini adalah apa yang dilakukan oleh sebagian orang di pengadilan dengan mengatakan kepada seseorang yang ia temui: “jadilah saksi untukku, nanti aku akan menjadi saksi untukmu.” Maka laki-laki itupun memberikan kesaksian atas perkara yang tidak ia ketahui. Misalnya memberi kesaksian tentang pemilikan tanah, rumah, atau keterangan bersih diri. Padahal dia tidak pernah bertemu dengan orang tersebut kecuali di pintu pengadilan atau di koridor / lobi. Ini adalah satu kedustaan. Seharusnya, semua bentuk kesaksian itu adalah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

“Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui” ( Yusuf : 81).
Share:

Thursday, October 13, 2011

Hukum Anal Sex dalam Islam

Sebagian orang yang memiliki kelainan (abnormal) dari kalangan orang-orang yang lemah iman tidak segan-segan menggauli istrinya lewat dubur (tempat keluarnya kotoran).

Perbuatan tersebut termasuk dosa besar. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melaknat para pelaku perbuatan keji tersebut.

Dalam hadits marfu’ dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu disebutkan :         
“(Sungguh) terlaknat orang yang menggauli istrinya lewat duburnya” (HR Ahmad,2/479; dalam shahihul jam’ hadits no : 5865)

Bahkan lebih dari itu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang menggauli istri (yang sedang haid) atau menggauli diduburnya atau mendatangi dukun maka ia telah kufur (mengingkari) dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad” (HR At Tirmmidzi, dari Abu Hurairah dalam shahihul jami’, hadits No:5918)

Meskipun wanita normal enggan melayani kelainan suaminya, tapi pada akhirnya banyak yang tak berdaya, sebab tak jarang suami mengancam akan menceraikannya jika ia menolak.

Sebagian lain menipu istrinya yang malu bertanya tentang hukum masalah tersebut dengan mengatakan, hal itu halal dan dibolehkan. Mereka berdalil :
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu ini bagaimana saja kamu kehendaki” (Al Baqarah : 223).
Padahal kita tidak boleh menafsirkan maksud ayat di atas sesuai dengan keinginan kita, tetapi kita harus merujuk kepada sunnah. Sebab sebagaimana telah dimaklumi bersama, sunnah adalah penjelas Al Qur’an. Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan, suami boleh sekehendaknya menggauli istri, dari arah depan atau belakang selama di tempat jalan kelahiran anak (vagina). Dan tak diragukan lagi dubur atau anus bukanlah jalan kelahiran anak tetapi jalan keluarnya kotoran manusia.      

Di antara sebab tejadinya perbuatan dosa ini adalah saat memasuki kehidupan rumah tangga yang suci, mereka masih membawa warisan jahiliyah yang kotor berupa berbagai adegan menyimpang yang diharamkan. Atau masih membawa ingatan dan imajinasi adegan film-film porno tanpa taubat kepada Allah.
Perbuatan ini tetap haram, meskipun dilakukan atas dasar suka sama suka oleh suami istri. Karena saling merelakan untuk mengerjakan perbuatan haram tidak menjadikannya sebagai berbuatan halal.
Share:

Tuesday, October 4, 2011

Adab di Kuburan

Artikel ini akan membahas tentang perihal menginjak, duduk dan buang air di kuburan. Bagaimana hukumnya serta pandangan rasulullah mengenai hal ini. Berikut keterangan lebih lanjut serta hadits-haditsnya:

Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“seseorang dari kalian duduk diatas bara api sehingga terbakar bajunya hingga sampai ke kulitnya lebih baik baginya dari pada duduk di atas kuburan” (HR Muslim : 2/ 667).

Ketika mengubur mayit, sebagian orang ada yang tak mengindahkan jalan yang mesti di laluinya, sehingga di sana-sini menginjak kuburan, bahkan terkadang dengan sepatu atau sandal mereka, tanpa sedikitpun rasa hormat kapada yang sudah meninggal. Tentang besarnya persoalan ini, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Berjalan di atas bara api atau pedang atau menambal sepatu dengan kakiku sendiri, lebih aku sukai daripada aku berjalan di atas kuburan seorang muslim” (HR Ibnu Majah: 1/499 dalam Shahihul Jami’ : 5038).

Lalu, bagaimana dengan orang yang menguasai tanah kuburan, kemudian di atasnya di bangun pusat parbelanjaan atau perumahan elit? Na’udzubilah.

Sebagian orang yang tidak memiliki I’tikad baik apa bila ingin membuang air besar ia pergi ke kuburan kemudian buang air di atasnya sehingga mengganggu orang-orang meninggal dengan najis dan bau busuknya. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Dan aku tidak peduli, apakah aku buang air besar di tengah kuburan atau di tengah pasar” (HR Ibnu Majah, 1/499, Dalam Shahihul Jami’ 5038).

Artinya, keburukan buang air di kuburan sama dengan buruknya membuka aurat dan buang air besar di tengah-tengah orang banyak di dalam pasar. Orang yang suka melemparkan kotoran dan sampah ke dalam komplek kuburan, terutama kuburan-kuburan yang terpencil dan dindingnya mulai runtuh mereka akan mendapat bagian dari ancaman tersebut. Di antara adab yang perlu diperhatikan dalam ziarah kubur adalah melepas sandal dan sepatu saat ingin berjalan di antara sela-sela kuburan.
Share: